Ramadhan Journey: Berbohong Demi Kebaikan

"Boleh gak kita berbohong?" Tanya salah satu dosen di sela-sela perkuliahan mata kuliah Hukum dan Etika Komunikasi.

"Boleh buuu..."

"Asal demi kebaikaaan"

Entah sudah ke-berapa kali nya aku mendengar pembicaraan dengan topik seperti ini. Dengan pertanyaan sama dan jawaban yang sama. Biasanya, aku tidak begitu mengindahkan pembicaraan dengan topik ini, karena toh bukanlah hal yang baru dalam hidupku.

Tapi hari itu, entah dari mana asalnya. Di otak ku lantas terdapat pesan pop up.


"Bukannya berbohong itu semuanya demi kebaikan ya?"


Eh... iya juga ya... jawab ku pada diriku sendiri membatin. Berbohong selalu memberi keuntungan (yang mana merupakan sesuatu yang baik) dari sudut pandang yang melakukannya, beda lagi dengan sudut pandang yang dibohongi atau orang ketiga yang tahu kebohongan tersebut. Biasa nya berbohong dilakukan karena takut dengan sanksi yang akan di dapatkan, untuk membela diri, menghindari kritik, atau menghindari tanggung jawab.


Berbohong demi kebaikan..


Pun berbohong untuk memanipulasi orang lain agar mendapatkan sejumlah uang (penipuan). Tetap terlihat demi kebaikan -dari sudut pandang pelaku nya- karena mendapatkan uang yang banyak secara instan. Beda lagi dengan korban atau yang bukan pelaku/pun korbannya, berbohong seperti itu bukan lah demi kebaikan.


Contoh lain..


Anggap saja ada seorang pekerja yang bangun terlambat karena begadang menonton pertandingan sepak bola, ketika masuk kantor ia beralasan "macet di jalan" atau "tadi ban nya bocor" untuk menghindari pertanggungjawaban atas kelalaiannya semalam, menghindari kritik dan menghindari terkena sanksi dari atasan atau dan teman sekantor nya -yang dirasa- tidak akan mengenakan.


Atau kadang dalam perkuliahan, ada tugas yang sudah lama tidak diminta untuk dikumpulkan oleh dosen, seakan dosennya lupa. Tapi pada suatu pertemuan, beliau tiba-tiba meminta mahasiswa untuk mereview dan meminta tugas tersebut dikumpulkan. Lantas -katanya- demi kebaikan, kompak, tanpa aba-aba, satu kelas pura-pura tidak ingat pernah ada tugas yang seperti itu. :')


Beberapa waktu lalu, ketika dalam perjalanan menuju kampung halaman. Aku menjumpai supir elf yang mendapatkan telepon dan ia menyebutkan bahwa ia sudah sampai di suatu tempat yang mana bukan tempat dimana ia berada saat itu, masih jauh untuk mencapai tempat tersebut.


"Bohong sedikit bu, habis nantinya kalau bilang masih jauh gak bakal jadi" ucapnya tertawa pada penumpang yang duduk di sebelahnya, seorang ibu-ibu yang terlihat memasuki usia kepala 5.


"Hahaha iya gimana lagi ya, cari rezeki" balasnya ikut tertawa.


Aku menulis seperti ini bukan berarti aku lebih baik atau tidak pernah berbohong. Justru karena aku pun kerap kali berbohong, maka aku menulis ini. Apalagi ketika keadaan sudah terpepet. Kadang karena nyali ciut takut mempertanggungjawabkan ini-itu yang memiliki konsekuensi tidak mengenakan antar-manusia.


"Dan sungguh akan Kami berikan ujian kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" [2:155]


Aku baru saja menyadari, ternyata aku sering menyepelekan melakukan sebuah kebohongan dengan dalih "demi kebaikan". Menyepelekan berbuat dosa dengan sesuatu yang menurutku akan menjadi baik-baik saja, karena toh orang lain tidak tahu. Karena toh dosa kecil, tanpa sadar sudah berapa kali aku menyepelekan dosa kecil, tanpa sadar bahwa dosa kecil pun menggunung dan akan di hisab.


"Sebenernya yang berbohong itu bukan cuma membohongi orang lain, Shin. Dia juga membohongi dirinya sendiri  kalau dengan berbohong bakal baik-baik aja." Ucap umi (salah satu teman dekatku) ketika aku menceritakan apa yang ku pikirkan ini.


Iya juga.. :')


Baik-baik dengan manusia, tapi tidak dengan hubungan dengan Tuhan. Karena orang lain tidak tahu tapi Tuhan? Maha tahu.


Baik-baik di dunia, tapi tidak dengan beban pertanggungjawaban yang semakin berat di akhirat kelak.


Terlihat baik padahal tidak. Tertipu.. Banyak tipu daya...


 cr on pict
Lantas aku bertanya-tanya. Berbohong apa yang diperbolehkan? Dan menemukan ini.. Berbohong demi kebaikan.

Catatan: Aku menulis ini bukan berarti sekarang aku sudah bisa tidak terjerumus. Menulis ini dengan harap, semoga bisa berproses bersama. Aamiin.


-

-


Ramadhan Journey: Ramadhan 1939 H, sangat berkesan bagi ku. Bulan Ramadhan yang produktif, alhamdulillah Allah memberikan ku kesibukan dan di dalamnya banyak pelajaran yang bisa di ambil. Aku banyak belajar dari orang-orang yang ku temui secara sengaja maupun gak di sengaja. Banyak juga punya waktu me-time. Perjalanan fisik dan pikiran, yang ingin ku bagikan. Semoga bermanfaat. Semoga bisa bertemu Ramadhan berikutnya, aamiin yarabal alamin.

Ngobrol Sama Mama: Harapan dari Nama

“Ngapain ai teteh?” Tanya mama tiba-tiba membuka pintu kamar. Beliau tertawa kecil melihat tingkah anak sulungnya yang sedang menyelimuti diri dari kepala sampai kaki, meringkukan badan berusaha agar menjadi sebulat mungkin. 

Saya yang kaget lantas membalas dengan cengiran malu. Saya sedang tidak memiliki kerjaan yang spesifik -jelas- haha. Hanya sedang berpikir dan merasakan kebuntuan. Saya memang orangnya pemikir banget-nget-nget. Beberapa teman bahkan pernah melontarkan candaan bahwa saya ‘Sering mempertanyakan hal yang jarang dipikirkan orang lain, alias enggak penting!’ :’D. Tapi saya tetap melakukannya, yaa biarlah, saya menyukai nya. (Introvert pasti merasakan keasikan yang sama :’).)

“Mah kenapa nama teteh Shintia Mustika?” Akhirnya saya mengeluarkan apa isi kepala saya setelah beberapa detik Mama berada dalam kamar.

“Kenapa gening mikirin teh yang kayak gitu” Ah.. pertanyaan yang sama yang sering dilontarkan orang-orang ketika saya mengeluarkan apa yang ada di kepala saya.

“Cuma penasaran”

Ya. Penasaran. Saya baru saja memikirkan tentang “Semua hal di dunia ini pasti terjadi atas Ridho Allah”. Bahkan daun jatuh pun, terjadi atas Ridha Allah. Berarti saya dinamai Shintia Mustika, pastinya terjadi karena ridha Allah. Teman-teman saya namanya x-y-z pun, terjadi atas Ridha Allah. Keren banget gak sih Allah tuh T___T

Setelah merasakan kekaguman bahwa Allah itu keren banget. Lantas muncul beberapa pertanyaan, saya ingin makin mengenal bagaimana Allah meridhoi hal-hal yang terjadi pada diri saya. Dimulai dari hal kecil: nama.

Gimana ya caranya ada ide yang pop up di otak orangtua saya sehingga terpikirkan menamai saya ‘Shintia Mustika’?

Hal apa yang menjadikan orangtua saya terpikir untuk memberikan nama depan saya Shintia dan nama belakang saya Mustika?

Apakah orangtua saya memiliki beberapa option nama yang Allah tunjukan dari beberapa hari/bulan sebelumnya, Apa saja option-nya dan kenapa keputusan berakhir di ‘Shintia Mustika’?

Apa orangtua saya terinspirasi dari sesuatu? Apa itu? Bagaimana Allah memunculkan inspirasi itu pada orangtua saya? Apa dari TV? Seperti.. Allah menggerakan hati orangtua saya untuk menonton Televisi pada waktu tertentu, juga pada saat itu Allah menggerakan orang yang bekerja di pertelevisian untuk menyiarkan hal-hal yang menginspirasi kedua orangtua saya? Lantas, dengan ridho Allah. Akhirnya orangtua saya terinspirasi dari seseorang yang bernama Shintia atau Mustika?

Apa orangtua saya terinspirasi dari toko perhiasan mas mustika? :’)

Atau orangtua saya membaca buku tentang nama yang bagus untuk anak?

Atau adakah kakak, adik, teman atau tetangga dari orangtua saya yang datang menjenguk Mama dan memberi ide?

Dan lain-lain. Pusing ya? Gaje ya? Iya hehe. Maap.

“Memang yang kasih nama teteh siapa, Ma?” tanya saya lagi.

“Bareng-bareng sih.” Jawab Mama memasang muka kebingungan.

Waktu kecil saya juga pernah nanya tentang nama. Tentang arti nama. Katanya shintia itu cinta, mustika itu mutiara. Jadi artinya.. mutiara cinta ehhehehe (malu banget nulis ini x’D).

“yang jelas mustika itu singkatan” lanjut mama melangkah keluar kamar

“Bercanda ya ma? Masa sih? Singkatan apa?”

Mama sudah berada tepat di pintu, menatap saya sebentar, lantas menunduk, seperti sedang berpikir, menimang-nimang, terbaca ada sedikit guratan malu sebelum Mama melanjutkan kalimatnya.

“Mustika itu... Mutiara... S...(nama mama:p) dan K..(nama bapak:p)”

Hening.

Saya masih mencerna, apa mama sedang bercanda sekarang? Apa mama sedang melakukan cocoklogi?!! Apa ini sebuah konspirasi?!!! Kenapa pertanyaan bercanda nya diabaikaannn?!

“Mutiara nya Mama sama Bapak.” Terangnya. Terdapat jeda, mungkin sedetik sebelum beliau melanjutkan.

“Mamah sama Bapak teh pengen Tia kayak mutiara. Ditempat yang kotor juga tetep cantik, tetep bersinar, gak terbaur sama kotoran yang lain”

“Bisa baik terus sama oranglain walaupun kena kotoran dari yang lain, walaupun disakitin. Tia yang menyinari oranglain. Tia yang bantu oranglain. ”

Deg.

Saya lantas ingin mewek guys. Hahaha

Entah dari mana Allah membuat orangtua saya memiliki pemikiran seperti itu.  

Saya akhirnya hanya bisa menyimpulkan sendiri, walau tidak pasti. Mungkin.. tidak ada tanda khusus yang membuat Mama juga Bapak jadi terpikir untuk menamai saya Shintia Mustika. Karena Mama pun terlihat kebingungan. Jelas sih, menanyai penamaan bayinya -dari bayi nya itu sendiri yang kini sudah besar- yang mana artinya menanyakan kejadian yang terjadi 20 tahun yang lalu. Atau.. mungkin ada tanda khusus, tapi orangtua saya tidak menyadarinya. Ah saya jadi bingung sendiri T__T

Yang jelas saya menyadari ternyata Allah itu keren banget. Hal yang diridhoi-Nya. Walaupun cuma tentang nama saya, bisa terjadi sangat kompleks. Banyak kemungkinan-kemungkinan kenapa orangtua saya bisa terpikirkan untuk menamai nama saya, yang mungkin kalau kemungkinan nya di buat list bisa menghabiskan buku berlembar-lembar. Makin kerennya nih ya, dari sekian banyak kemungkinan itu, Allah lantas meridhoi yang terbaik untuk setiap hamba-Nya.

Waktu saya lahir, tentunya di tempat lain juga ada bayi lain yang lahir ke dunia. Di hari yang sama, bisa banyak sekali bayi yang lahir. Dan di tiap-tiap pikiran orangtua dari bayi tersebut, Allah meridhoi adanya ide nama. Yang asal muasal nama nya kadang terinspirasi dari sesuatu yang jelas (bisa jadi buku nama anak dan lainnya), atau yang inspirasi nya tidak disadari. Dari segala stimulus yang masuk ke otak manusia di setiap detik nya, Allah  meridhoi orangtua untuk sadar dan terinspirasi akan sebuah kata, untuk dijadikan nama bayi nya. Masih ada hari-hari berikutnya, di menit yang sama berapa banyak bayi yang lahir di dunia? di jam yang sama? dan masih terus ada lagi bayi yang lahir. Dimana bayi lahir ke dunia juga terjadi atas ridho-Nya. Dan juga masih terus ada ide orangtua untuk menamai buah hati nya. Bayangkan, Allah itu sibuk banget dalam sehari aja, mengatur ini-itu, memberi yang terbaik buat setiap manusia. Itu baru sehari dan baru tentang nama.

Di sisi lain, ada banyak kegiatan manusia yang terjadi. Bukan cuma menamai orang, ada belajar, makan, ibadah. 

Seseorang lulus kuliah di universitas A, itu terjadi karena Allah meridhoinya. Kalau Allah merasa universitas A tidak pantas untuk orang itu, lantas di gagalkannya karena bukan yang terbaik. Allah meridhoi orang itu memikirkan universitas A sebagai pilihannya lewat stimulus-stimulus yang Allah sampaikan padanya. Jika dia gagal masuk universitas itu, bisa jadi Allah meridhoi menjadikan universitas A sebagai pilihannya, karena dia butuh merasakan kegagalan, agar dirinya menjadi pribadi yang kuat, agar dia bisa menjadi manusia yang bekerja keras, agar dia tidak menjadi manusia yang sombong karena hal yang diinginkannya selalu tercapai, agar dia menjadi manusia yang bersyukur, agar semakin dekat kepada-Nya. 

Seorang kakek terpikirkan untuk beribadah di masjid A. Allah meridhoi-Nya dan akhirnya ia bisa melangkah kan kaki nya di masjid A. Kalau tidak? Mungkin bisa jadi diperjalanan ia mengalami kecelakaan. Dan jika mengalami kecelakaan pun, kecelakaan bisa terjadi atas ridho-Nya, karena jika tidak mengalami kecelakaan, bisa jadi orang-orang terdekat si kakek, seperti anak-anaknya yang sudah berkeluarga, tidak menghampiri nya dalam waktu dekat, padahal si kakek sudah sangat merindukan kehadiran anak-anaknya, atau bisa jadi umur si kakek sudah singkat dan Allah Maha Tahu kalau tidak terjadi kecelakaan yang menimpa nya ia tidak akan dipertemukan dengan keluarga nya sampai akhir hayatnya. Ah banyak sekali yang terpikirkan. Kompleks-nya kehidupan di dunia ini. Dan Allah bisa merancang semua nya.

Tiba-tiba teringat sebuah lirik lagu: “Semua yang terjadi dalam hidupku ini adalah sebuah misteri ilahi”

Ya. Saya menyetujui nya. Sangat. MasyaAllah ya.

Kembali pada diri ini yang tidak lagi meringkukan badan melainkan menghempaskan badan di kasur.

Mama akhirnya keluar kamar dan menutup pintunya kembali. Tanpa tambahan sepatah-katapun. Menyisakan saya yang tenggelam dalam pertanyaan, mustika memang artinya batu mulia atau mutiara, tapi.. apa mama tadi bercanda ya? Juga pertanyaan-pertanyaan baru mengenai refleksi diri: Jika itu benar, apa saya telah memenuhi harapan dari kedua orangtua saya? Jadi apa yang harus dibenahi agar diri ini sesuai dengan nama yang Allah Ridhoi?