Hadiah

 
cr. outerbloom


 Semua orang suka sama hadiah. Tapi kadang, ehm, sering nya, saya lupa kasih hadiah ke orangtua. Kapan ya terakhir saya kasih hadiah ke orangtua? 

Yah, Mungkin karena saking baik dan tulusnya, mereka jadi gak mengharap imbalan apapun. Cukup liat saya tumbuh dan berkembang dengan baik, itu udah jadi hadiah tersendiri, katanya.

Omong-omong soal tumbuh dan berkembang, saya jadi kepikiran;

Apa… saya sudah tumbuh dan berkembang dengan baik? Apakah sudah sesuai dengan harapan dari orangtua saya?

Dan lagi-lagi muncul pertanyaan, apa mungkin selama ini saya keasyikan tumbuh dan berkembang? Sehingga terkadang saya terlena dengan keasyikan lingkungan dan sering secara sengaja maupun enggak, melupakan mereka karena saya lebih memprioritaskan hal lain?.

Apakah saya sudah menjadi hadiah yang baik?

Malu rasanya. Saya masih banyak banget kurangnya, apalagi dihadapan orangtua. Yang tau segala seluk-beluknya saya, tapi -anehnya- masih mencintai dan berusaha membuat saya bahagia.

Cuma hadiah doang, saya suka gak inget. Mereka susah payah kasih segala kebutuhan, cari nafkah walau capek, tapi menghadiahi mereka saja saya gak ingat.

Mereka memang gak minta hadiah sih, tapi bukan berarti juga mereka gak mau. Sekali-kali mungkin ada baiknya sebagai anak walaupun masih dapet uang jajan dari orangtua untuk mengembalikan uang itu dalam bentuk lain. Nabung buat orang yang memang dicinta. Memang gak cukup untuk membalas kebaikan mereka, tapi saya ingin membuat mereka senang, walaupun hanya sebuah letupan kecil dalam hati.

Apalagi Ibu. Sebagai seorang perempuan saya gak bisa menapik bahwa saya suka hadiah, dalam bentuk apapun. Perempuan pasti ngerasain hal ini. Dan laki-laki juga tau kalo perempuan suka banget sama hadiah. Makanya laki-laki seringkali ngasih gebetan/pacar nya sesuatu (hadiah) buat dapetin hatinya. Nah, tapi suka lupa kan, Ibu juga perempuan. Dan beliau juga suka hadiah.  Coba bayangin kalau kita punya anak (eh kejauhan), hm.. keponakan/adek deh yang sering maen sama kita. Dia tiba-tiba kasih kita hadiah, memang gak seberapa sih, kita gaminta juga, gausah beliin juga, tapi kita gak bisa menepis rasa senang itu. Rasa senang akan ia yang menunjukkan adanya kepedulian terhadap kita. Bayangkan, Apalagi kalau itu anak sendiri, apa gak bakal senang?

Saya masih suka malu buat bilang kalo saya sayang sama orangtua. Kadang saya berani, kadang ciut.

Hadiah berupa verbal gak bisa selalu saya berikan karena kalah melawan gengsi. Jika saya memberi sebuah hadiah berupa non-verbal, saya yakin mamah-bapak pasti tau bahwa hadiah yang gak seberapa itu merupakan bentuk kepedulian dan sayang yang gak bisa diucapkan secara langsung.

Saya ingin terus memberi mereka hadiah. Dalam hal apapun. Kabar, Do’a, maupun materil.
Semoga saya selalu bisa. Dan semoga Allah memudahkan saya untuk membahagiakan mereka.

Aamiin Yarabal Alamin.

 - was written on Tumbr

Tempat Berlindung


Beberapa waktu yang lalu, aku menonton liputan mengenai Sesar lembang.

"Bahaya nih", pikirku waktu itu.

Kemudian, sempat terpikir untuk mencari tempat kerja di luar Bandung. Rencananya, setelah lulus, (awalnya) aku ingin menetap di kota ini. Tapi setelah menonton liputan tsb. Ada keraguan, meski Bandung merupakan kota yang begitu nyaman. Apa artinya nyaman kan kalau hidup ada dalam bahaya?

Hmmm... Apa aku tinggal di Jakarta aja ya? atau di Jogja aja?

"Semuanya sama aja, Shin.. Dimana-mana itu bahaya.", Ujar temanku, lembut, mengingatkan.

Aku terdiam, lantas mengangguk tersadar.

YaAllah..

Aku merasa.. aku sama seperti orang yang takut untuk pergi menggunakan pesawat karena ada pemberitaan mengenai kecelakaan pesawat.

Yang karena ketakutannya akan berita kecelakaan pesawat tersebut, akhirnya memilih jalur darat untuk bepergian. Karena ber-'asumsi' akan lebih aman jika menggunakan jalur darat dibanding jalur udara.

Padahal... sama saja.
Berapa banyak kecelakaan darat yang menewaskan?




Pun, kalau aku tidak pergi kemana-mana dan hanya berdiam diri di rumah.

Sama saja. Bahaya itu bisa saja datang.

Nyatanya, rumah juga bukanlah tempat yang bisa disebut aman secara 'absolut'.

Meski rumah selalu diidentikan dengan tempat yang 'aman'.

Tidak ada yang menjamin keamanan 100 %.

Berapa banyak orang yang mati terkena reruntuhan atap rumahnya ketika terjadi gempa bumi? 

Berapa banyak orang yang mati di atas kasurnya?


Jadi, dimana pun aku. Bahaya bisa selalu mengintai.

Tidak ada tempat yang benar-benar aman.

Tidak ada tempat yang bisa betul-betul disebut sebagai tempat berlindung.

Karena dimana-mana ada bahaya.

Dan apapun dapat terjadi.

Kita selama ini dapat hidup dengan aman.

Bukan karena tempatnya yang membuat kita aman.

Dimanapun tempat yang melindungi hanya perantara.

Dari Tuhan yang Maha Pengasih.

Arti Kehadiran

Hari itu, sahabatku menangis tersedu di depan banyak orang. Aku diam seribu bahasa. Ya. Aku tahu apa-apa yang telah ia lalui. Dan aku tau betapa sulit untuknya melewati itu semua.

"Makasih, udah ada di kehidupan aku. Walaupun kalian gak tau apa-apa. Walaupun aku cuma cerita ke Shintia. Tapi justru dengan ke-enggak-tahuan kalian itu yang membantu aku." Ucapnya tersedu.

Mungkin, bagi sebagian orang ucapannya itu membingungkan. Tidak merasa telah membantu apapun, bahkan masalahnya pun tidak tahu, tapi merasa telah terbantu?

Namun, tidak bagiku.
Kalimat tersebut, merupakan kalimat yang manis. Begitu manis. Bagaimana dia terpikirkan untuk menghargai seseorang yang bisa dibilang tidak-peduli (karena tidak tahu apa yang dilewati) padanya?


Bagiku.. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Yang sudah mengenal aku dengan baik, pasti sering melihat sikap tidak percaya diriku saat menghadapi sesuatu. Aku terkadang melihat diri, tidak berarti di kehidupan orang lain. Melihat diri, tidak memiliki manfaat barang sedikitpun bagi orang lain. Melihat diri, tidak pantas berada disekitar orang lain.


"Justru karena kehadiran kalian yang gak tau apa-apa. Aku jadi teralihkan buat mikirin masalah aku. Kalo gak ada kalian aku gatau bakal gimana. Mungkin aku bakal sedih terus." Lanjutnya, masih tersedu.

Suasana hening. Beberapa orang ikut meneteskan air mata. Aku menarik nafas yang panjang, dan menghembuskannya dalam sekali hembusan. Sahabatku, orang yang paling tsundere yang pernah kutemui ini.. ternyata bisa mengungkapkan perasaannya dengan sedemikian apik.

Dan aku sangat berterimakasih, ucapannya telah membangunkanku dari tidur. 
Kehadiranku yang menurutku tidak penting bagi orang lain. Kehadiranku yang menurutku adalah beban untuk orang lain. Belum tentu seperti itu.


Bahkan dengan tidak melakukan apapun. Dengan ketidaktahuanku. Hanya dengan aku 'hadir' di kehidupan seseorang. Bisa menjadi kebaikan baginya. Bisa memberikan manfaat tanpa diketahui.

Dan bagi yang merasa sendirian.
Bagi yang merasa tidak berharga.
Bagi yang merasa eksistensi hidupnya tidak penting.

Ternyata tidak begitu, mungkin kehadiranmu berarti bagi seseorang. Tanpa ia ucapkan. Tanpa kamu ketahui.