tag:blogger.com,1999:blog-16919473579330045522024-03-12T19:08:56.494-07:00S(HIN)TORYA storyteller.
Meninggalkan sedikit jejak dalam menyelami kehidupan sebelum kematian menjemput.Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.comBlogger49125tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-86603904828995214742020-09-20T18:24:00.005-07:002020-09-22T03:41:32.083-07:00Balada Pergi ke Psikolog<p style="text-align: justify;">Pernah nggak sih merasa diri sendiri itu aneh? Aneh disini maksudnya merasa berbeda sendiri dibanding orang lain. Aneh banget sampai kepikiran nggak akan ada orang yang akan (bahkan mau) menerima walaupun itu orangtua sendiri. At the end, karena pikiran-pikiran bahwa orang lain nggak akan menerima, lantas diri sendirilah yang paling nggak menerima keanehan tersebut. Insecure, membenci bagian dalam diri tersebut, ingin menghapusnya tapi nggak bisa. Dan karena nggak mau kelihatan aneh. Karena ingin diterima (oleh orang lain dan diri sendiri), memalsukan diri alias menyembunyikan bagian diri itu menjadi solusi. Berlagak semua baik-baik aja.</p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Aku adalah salah satu orang yang merasa demikian. Aku introvert yang kebetulan juga pendiam. Aku seringkali menarik diri dari lingkungan karena merasa pusing dengan keramaian yang terus-menerus hadir. Aku juga bosan karena sering diprotes karena lebih suka mendengarkan daripada berbicara. Padahal aku sudah sangat berusaha untuk berbicara banyak. Katanya, orang sepertiku nggak asik. Aku juga merasa punya sudut pandang yang seringkali bertabrakan dengan standar sosial. Aku punya kepribadian yang nggak seperti kata orang: dewasa, religius, bisa ini-itu. Disini, aku nggak lagi humble brag. Ini beneran. Aku juga punya trauma di masa lalu, yang sewaktu-waktu mencuat ke otak. Aku aneh, dan memang aneh.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjn1_tDy8QCV1t8SM2MP6qSutqVKJTQrLPTBT-6C848bGQb8azmD-DkpbtxnHEJJf07Wu1YOVOoiOgBpZ-08WL_kjfJpRT5Ex6NUCiUmSkBXNb9pTZBIZYH5NxUV_0daRAAEOg4XLSEHxHV/s355/images-5ebba5e1097f3624c87490e2.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="236" data-original-width="355" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjn1_tDy8QCV1t8SM2MP6qSutqVKJTQrLPTBT-6C848bGQb8azmD-DkpbtxnHEJJf07Wu1YOVOoiOgBpZ-08WL_kjfJpRT5Ex6NUCiUmSkBXNb9pTZBIZYH5NxUV_0daRAAEOg4XLSEHxHV/s320/images-5ebba5e1097f3624c87490e2.jpeg" width="320" /></a></div><div style="text-align: center;">cr: kompasiana<br /></div><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">Kalau aku yang dulu, aku nggak bakal berani buat nulis kayak gini. Karena aku paling nggak mau terlihat lemah dan rasanya hal itu wajar (bahkan harus) di society kita. Entah kenapa, seringkali kelemahan orang dijadikan bahan gunjingan, kalau nggak digunjing society merasa berhak mengasihani orang yang nggak sempurna tersebut. Manusia rasanya sulit sekali memandang orang lain sebagai manusia yang memang serba kurang. </p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Mungkin hal ini seperti rantai racun yang sulit putus. Karena seseorang dipaksa menjadi sempurna, ia pun memaksa orang lain untuk menjadi sempurna (dalam versi penilainya). Dan hal itu sering terpatri pada banyak orang, termasuk aku. Tapi aku yang sekarang, menerima diri yang seperti ini. Iya. Aku nggak sempurna, aku nggak hitam, dan nggak putih. Warna ku macam-macam. And that's it. People who don't know me, tell it otherwise.</p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Beberapa orang mungkin akan merespon tulisanku di atas dengan "seharusnya, manusia memang nggak memperlihatkan kelemahannya kepada manusia lain". Yas. I did that all along. Yang tahu apa yang aku alami dan bagaimana sebenarnya diri ini adalah aku dan Allah saja. Lantas, aku berpura-pura baik sepanjang jalan. Aku yang dulu nggak pernah kelihatan kacau bahkan di depan orang-orang terdekat. Aku terlihat sangat kuat dan sangat baik-baik saja. </p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Tapi aku semakin tahu, bahwa aku menjadi toxic kepada diri ku sendiri. Toxic Positivity. Aku rapuh tapi nggak mengakui bahwa diri rapuh. Aku nggak sempurna tapi nggak mau menjadi nggak sempurna. Aku butuh Tuhanku, itu yang utama. Tapi, menjadi orang yang seakan nggak butuh orang lain, itu juga salah. Berbagi bisa menjadi salah satu hal yang meringankan beban. Tuhan ku, memberikanku teman salah satunya sebagai rahmat meringankan beban.</p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Toxic Positivity, lama-lama menjadikanku kehilangan diri. Aku menjadi orang yang nggak menerima diri sendiri apapun kondisinya. Positive vibes only itu bukan milik manusia, dear. Karena, mau mengusahakan diri untuk menjadi sesempurna apapun, orang lain akan selalu menemukan kecacatan diri. Mau nggak memperlihatkan bahkan menceritakan pun, meski nggak kelihatan di hal yang disembunyikan, kenyataannya kecacatan lainnya akan terlihat. Memang manusia makhluk bukan Tuhan yang sempurna kok. Memang manusia diciptakan banyak kurang dan lemah, nggak ada yang salah kok untuk mengakuinya. </p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Begitu memang tuntutan banyak orang, menjadi baik-baik saja, menjadi sesuai standar yang masyarakat patok, menjadi sempurna. Padahal nggak sempurna adalah hal yang wajar. Dan hal ini lah yang ingin aku garis bawahi. Terlihat kurang itu sangat wajar, karena manusia memang makhluk yang serba kurang. <b>It's okay not to be okay. </b></p><p style="text-align: justify;"><b> </b></p><p style="text-align: justify;"><b></b></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZR2B4Qd7qEjoi1Wv9dvN9hV5J2YhpZ8woWPgsNWSNiroPx6_onzjEVT94Ik6dr2vJt1Ci9mwwa0ihR2I-WThbaFw-CJRNRpResfODiMNPPzpYJwah_tatbPIiL1CbjeT_9-602ycXEHh7/s1200/Toxic-Positivity-Depression-Therapy-Fort-Lauderdale-Many-Faces.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="628" data-original-width="1200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZR2B4Qd7qEjoi1Wv9dvN9hV5J2YhpZ8woWPgsNWSNiroPx6_onzjEVT94Ik6dr2vJt1Ci9mwwa0ihR2I-WThbaFw-CJRNRpResfODiMNPPzpYJwah_tatbPIiL1CbjeT_9-602ycXEHh7/s320/Toxic-Positivity-Depression-Therapy-Fort-Lauderdale-Many-Faces.jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"> cr: thepsychologygroup</td></tr></tbody></table> <br /><p></p><p style="text-align: justify;">Di awal tahun 2020, aku pergi ke psikolog. Karena merasa perlu bantuan. Sebelumnya, aku berpikir panjang tentang ini. Bagaimana aku akan dilihat oleh orang lain (terutama orang-orang terdekat)? Apa aku akan dilihat sebagai orang yang lemah agama, cacat mental, orang yang bermasalah dan lain-lain? Stigmatisasi yang ada ketika seseorang pergi ke psikolog lainnya pun menghantui ku. </p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"></p><p style="text-align: justify;">Sampai aku berada di titik berani untuk nggak memedulikan stigma. Aku nggak ngerti kenapa orang lain terus-terusan mendikte aku harus seperti apa. Aku mendengar orang lain, tapi nggak mendengarkan suara diriku sendiri. Rasanya, lelah. Yang tahu diriku, ya aku. Bukan orang lain. Aku bukan yang kalian ekspektasikan.</p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Karena memang benar. Agamaku memang belum baik. Aku juga nggak baik-baik saja secara mental. Aku juga memang bermasalah, memangnya siapa di muka bumi ini manusia yang nggak bermasalah?</p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Aku jadi teringat kalimat ini: Manusia yang menggunakan jari telunjuknya untuk menunjuk orang lain sering lupa bahwa empat jari lainnya menunjuk ke arahnya. </p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Setelah melewati proses penerimaan, melabeli bahwa diri ini aneh karena segala kurang yang ku punya. Akhirnya aku mengganti label "aneh", menjadi unik. Setelah melakukan banyak sharing dengan teman-teman yang terbuka dalam permasalahan mental, akhirnya aku menjadi tahu bahwa memang manusia itu nggak ada yang sama. Sebenarnya aneh itu apa sih? Memangnya manusia sama semua? Yang kembar saja berbeda. Manusia unik dengan segala lebih dan kurangnya. </p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Pergi ke psikolog sangat membantuku untuk berpikir lebih jernih. Satu persatu benang yang kusut, ketakutan yang tiada henti, mulai terurai. Aku nggak bisa bilang kalau aku adalah manusia yang beres secara psikologis. Tapi satu hal yang aku sangat sadari adalah aku bersyukur menyadari bahwa seperti sebaik-baiknya menjaga kesehatan fisik, kesehatan mental nggak kalah pentingnya. Dan nggak semua orang mau mengusahakan kesehatan keduanya, apalagi psikis. </p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">Orang lain nggak tahu apa saja yang telah aku lalui dalam hidup. Sebagaimana, aku nggak tahu apa yang orang lain lalui dalam hidup. Apa yang membuat dirinya menjadi seperti sekarang. Apa yang membuat dirinya merasa terasing. Aku nggak tahu. Tapi aku tahu rasanya, kesulitan untuk menerima diri sendiri. </p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Tiba-tiba, aku teringat sosok artis tanah air yang terkenal salah satunya karena stigmatisasi masyarakat. Mungkin, sudah banyak yang tahu orangnya siapa. Sosok yang dikenal sebagai orang yang bermasalah, karena katanya memiliki penyakit bipolar. Aku berusaha menempatkan diri pada posisinya, dihadapkan dengan penyakit yang nggak terlihat. Untuk menerima dirinya saja, ku pikir perlu tenaga dan waktu yang ekstra. Belum berhenti di situ, ia juga harus bertahan menerima segala cacian yang dihadapkan kepadanya. </p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Kurangnya kesadaran mengenai kesehatan mental. Menyebabkan banyak orang nggak mempunyai rasa kemanusiaan. Bukannya membantu untuk orang lain merasa lebih baik. Nampaknya, membantu melihat orang lain agar semakin jatuh lebih diminati. Sebenarnya, disini, bukannya orang-orang yang melabeli juga terlihat sebagai orang yang bermasalah?</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">Ah, aku juga jadi teringat sosok Sulli. Ia mengalami depresi, bunuh diri karena terdampak <i>cyber bullying. </i>Salah satu kalimatnya sebelum meninggal yang membuatku meringis adalah permintaannya untuk berhenti melemparkan label-label kepadanya: <i>"Aku bukan orang jahat. Mengapa kalian berbicara buruk pada ku?</i>". Lucunya, setelah Sulli meninggal, banyak ucapan bela sungkawa yang muncul di lini masa instagramnya. Tapi, munculnya berita Sulli meninggal karena depresi ini, nggak menyebabkan orang-orang berhenti menstigmatisasi orang lain, di dunia maya pun di dunia nyata. </p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Yah, sosok artis tanah air dan Sulli menjadi contoh betapa pentingnya kesehatan mental. Meskipun, dalam konteks ini keduanya sudah divonis mengalami penyakit mental. Bukan berarti kita, yang nggak mendapatkan vonis tersebut lantas bebas saja tanpa adanya gangguan psikologis. Insecurity akan mampir pada kehidupan masing-masing manusia. Merasa terasing. Bahkan merasa aneh, seperti yang aku dan beberapa teman alami. Segala hal yang kita rasakan memang semestinya dirasakan dan dihadapi. Nggak apa-apa kok untuk pergi ke psikolog atau ke psikiater. Bukankah artinya kita baik karena mengusahakan diri yang terbaik? Semoga sudut pandang masyarakat perlahan-lahan berubah dalam melihat kesehatan mental. Semoga saja orang-orang yang berada di sekeliling kita juga adalah yang sadar untuk mendukung kesehatan mental tersebut. Aamiin.</p>Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-19157899961153934682020-09-05T07:55:00.009-07:002020-09-05T18:04:32.291-07:00Kita dan Kebiasaan Nyinyir<p style="text-align: center;"><b>"Pantes aja dia lulusnya cepet, kan deket sama dosennya"</b></p><p style="text-align: center;"><b>"Yaiyalah, dia kan pinter. Pantes sidang duluan"</b></p><p style="text-align: center;"><b>"Dia mah ambil topiknya gampang, jadi sidang duluan"</b></p><p style="text-align: center;"> </p><p style="text-align: center;"> </p><p style="text-align: center;"> </p><p style="text-align: justify;">Pernah mendengar kalimat-kalimat itu nggak? Um... untuk teman-teman yang mungkin belum sampai di semester akhir perkuliahan atau nggak kuliah, mungkin pernah mendengar kalimat serupa dengan konteks yang berbeda? Kalimat yang menonjolkan privilege (hak istimewa) yang dipunyai seseorang, sehingga secara nggak langsung merendahkan orang yang bersangkutan. Bahwa dia (yang punya privilege tersebut), mendapatkan pencapaian tersebut karena keberuntungannya.</p><p style="text-align: justify;"> -</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">Hai. Selamat sore dari seorang mahasiswi semester akhir! ✋. Lumayan lama ternyata, aku nggak nulis di blog. Selama satu tahun terakhir ini, aku memang lebih fokus buat nulis di <i>instastory</i>. Karena di sana aku dapet banyak <i>feedback </i>secara langsung, biasanya via <i>direct message. </i>Beda sama di blog, kalau mau komentar harus log in dulu ke google. Repot kan ya?</p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Tapi sekarang aku nulis lagi di sini, dan inshaAllah ada keinginan untuk menulis blog secara konsisten. Karena kadang capek juga, nulis panjang di instagram. Karena harus edit fotonya, tulisannya, posisinya biar lebih enak untuk dibaca. Dan kalau tulisannya banyak, fotonya gak satu. Pegel juga, untuk nulis satu topik bisa memakan waktu lumayan lama. (sekian sesi curhatnya).</p><p style="text-align: justify;">-<br /></p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">Jadi, aku ini kan sekarang lagi di semester akhir. Dan alhamdulillah sudah ada beberapa temenku yang lulus. Kalau aku? mohon bantu doanya ya.. InshaAllah sedang mengusahakan.</p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Kalimat-kalimat yang aku tulis di awal tulisan ini, rasanya bukan sebuah kalimat asing yang mampir ke telinga. Bukan setelah ada teman yang sudah sidang aja. Tbh, aku juga dulu sempat berpikiran gitu. Misalnya: </p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">"Pantes ya, orangtuanya kaya. Jadi sekolah di luar negeri juga gak masalah", </p><p style="text-align: justify;">"Yang dipilih yang cantik ya. Asal ada muka jadi lebih gampang ya".</p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Lately, aku merasa malu dengan diri sendiri yang pernah ngomong kayak gitu. I mean, bukankah ketika ada seseorang berbicara seperti itu dia hanya nggak mengakui bahwa dirinya iri karena nggak mendapatkan privilege yang sama?</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">Mengakui bahwa diri lagi merasakan iri itu memang nggak mudah. Tapi bisa dilatih. Bagiku, dengan lebih memperbanyak ngobrol sama diri sendiri. Mungkin bagi kamu yang lagi baca tulisan ini, beda lagi. Dan kamu harus menemukannya, cara mengontrol diri.<br /></p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">Suatu waktu, aku pernah membaca tulisan tentang emosi (kalau ketemu tulisannya akan aku screenshot/taro link di sini). Intinya, ketika kita ingin melepas sesuatu yang ada dalam diri kita: perasaan sedih, marah, iri, dsb). Jangan menolak emosi tersebut. Tapi terima dan akui. Akui pada diri sendiri perasaan itu ada. "Aku lagi iri sekarang, aku pengen berada di posisi dia. tapi aku gak bisa."</p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">Setelah mengakuinya, maka lepaskan emosi tersebut. "Aku iri sekarang. Tapi iri ini bersifat sementara kok. Iri, kamu aku lepas ya.. Kamu gak baik buat aku. Bismillah". It may sounds funny, but it works on me. Memang iri, dan berbagai macam perasaan yang ada dalam hati kita itu manusiawi. Wajar dirasakan. Tapi bukan berarti karena wajar, lantas kita memeliharanya. Bukannya kita tahu bahwa perasaan itu nggak akan membuat kenyataan berubah, tapi akan terus membuat hati kita menjadi nggak damai. Mungkin, kamu bisa mencobanya? Siapa tahu, cara ini bekerja juga.</p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">By the way, beberapa hari yang lalu aku chatting sama salah satu teman dekat ku di SMA. Kami beda universitas. Dia juga sama-sama mahasiswa akhir. Kami saling curhat mengenai permasalahan yang kami rasakan saat ini (penyusunan skripsi). Dia juga bercerita tentang temannya yang sudah sidang duluan. Ini sedikit screenshot yang ku ambil (sudah izin):</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvfWaLbqSLf4-gtkWGPqUgFZoUN_GHbThwiyTuEkVx_T4A_m8nbg-QCbgaibAhGWRfn3p1Y8k6JXSlD-P6BULG9_oiIMmcC3MH624sBl-EA7rL_k8V-3Yvd_BDkCfpC8eyKa-pi_vAEQTz/s803/blog.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="244" data-original-width="803" height="151" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvfWaLbqSLf4-gtkWGPqUgFZoUN_GHbThwiyTuEkVx_T4A_m8nbg-QCbgaibAhGWRfn3p1Y8k6JXSlD-P6BULG9_oiIMmcC3MH624sBl-EA7rL_k8V-3Yvd_BDkCfpC8eyKa-pi_vAEQTz/w500-h151/blog.PNG" width="500" /> </a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">(Barangkali ada yang nggak ngerti bahasa sunda karena teks campuran)</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: right;"> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: right;">Dia :Temen aku ada yang udah sidang dari juni apa juli gitu lupa. Terus beberapa mikirnya, yaiya da dia mah pinter, deket sama banyak dosen blablabla. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: right;">Dan taunya apa coba? Dia tuh lagi sakit kan dan memang suka bolak-balik RS. </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: right;">Nah abis beres revisian, dia udah dijadwal operasi ternyata. Terus... koma seminggu. Terus pas sadar kena amnesia gitu bener-bener ilang sebagian memorinya. Cuma orang terdekat doang yang dia inget :'))))) Coba dia belum sidang terus harus operasi, atau udah sidang tapi belum revisian gimana coba.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: right;"> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: right;"> <br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <br /></div><p></p><p style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7jU91uKwo8fqtqRCQGc2-U_Usaq6PJLxsr4mp2YLDP_P8n75FMaLdJR_Apv6wpRgmIDyfHAQ4S8w2Woq2vjOX5LqbxxpjHXMNXlY48Okxx-OTMRTlV4qd72L_-RDbHe4KrTwbaCT275c1/s823/blog1.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="191" data-original-width="823" height="116" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7jU91uKwo8fqtqRCQGc2-U_Usaq6PJLxsr4mp2YLDP_P8n75FMaLdJR_Apv6wpRgmIDyfHAQ4S8w2Woq2vjOX5LqbxxpjHXMNXlY48Okxx-OTMRTlV4qd72L_-RDbHe4KrTwbaCT275c1/w500-h116/blog1.PNG" width="500" /></a></div><p></p><p><br /></p><p style="text-align: right;">Aku: Oh wow seperti sinetrooon (kaget banget baca cerita ini.....).</p><p style="text-align: right;">Dia: Aku baru percaya, oh ternyata amnesia di sinetron tuh beneran bisa terjadi yak :(</p><p style="text-align: right;"> </p><p style="text-align: right;"> </p><p style="text-align: right;"><br /></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgREsptkRt8-y5J0qbCFlMVizOOCBOvCWWItoG2B3S2lxLK7hzTK3O1IDD5okT-kp3wgZlzH246Ev0rnIjiRUhQZQlWcKYIjFQA6QHPhDb6_p7INBBfXdzWdmETsGn4E2GUmQhTX8RHqeBc/s778/blog2.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="181" data-original-width="778" height="116" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgREsptkRt8-y5J0qbCFlMVizOOCBOvCWWItoG2B3S2lxLK7hzTK3O1IDD5okT-kp3wgZlzH246Ev0rnIjiRUhQZQlWcKYIjFQA6QHPhDb6_p7INBBfXdzWdmETsGn4E2GUmQhTX8RHqeBc/w500-h116/blog2.PNG" width="500" /></a></div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhs-SlncGj2tTYSH9xJr-OKanRLoLSlp1asj28iClRXTqyAyp68eSMgAVn8LAwYysgd0kgZfQKN76EF5XesUtXVcOLcMDb8I21Jb0G21slJGsRfwjYWz2Ngvqsq9Pfjgn6H-aZ8_klI6_t-/s801/blog2.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"> </a> <br /></div><div style="text-align: right;">Aku: Sakit apa sih?</div><div style="text-align: right;">Dia: Katanya mah operasi kelenjar gitu, tapi gak pernah dikasih tahu detailnya apaan.</div><div style="text-align: right;"> </div><div style="text-align: right;"> </div><div style="text-align: right;"></div><div style="text-align: right;"> </div><div style="text-align: justify;">Dari sini kita bisa belajar. Hidup orang yang kita rasa penuh privilege. Yang membuat kita iri. Yang membuat kalimat julid terlontar dari mulut kita. Belum tentu sebaik yang kita pikirkan. Kita cuma nggak tahu, masalah apa yang dialami. Kalau nih, kita punya masalah dalam menyelesaikan skripsi. Bisa jadi seseorang yang lancar penyusunan skripsinya, (sudah, sedang, akan) punya masalah kesehatan, keluarga, finansial, atau yang lainnya yang kita nggak tahu seberapa berat masalahnya.</div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Membaca cerita ini membuatku semakin meringis. YaAllah, semoga aku bisa memperbaiki diri untuk terhindar dari rasa iri (apalagi membandingkan) privilege yang ada pada orang lain dan cenderung merasakan rasa senang jika seseorang itu punya capaian tertentu.</div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;">Di sini, aku nggak berbicara mengenai kita yang hidup enak sedangkan orang lain nggak. Tapi coba untuk merasa cukup dengan privilege sendiri. <br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Aku tiba-tiba teringat seorang teman yang juga mengalami masalah keluarga. Aku sudah pernah menulis ini di instagram, but lemme wrote this down (again). Ibunya sakit, harus dioperasi, dengan kondisi finansial yang bisa dibilang nggak baik karena terimbas pandemi. Dia yang mendapatkan kalimat julid dari teman-temannya (enak ya kamu dosennya dapet yang baik, enak ya... enak ya...), nyatanya harus bergelut melalui kepahitan hidup yang nggak sama sekali mereka tahu.</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Ketika ada satu aspek yang menurut kita lancar dalam hidup orang lain, bukan berarti nggak punya masalah dalam aspek lain. Kita sama-sama berjuang, hanya saja perjuangan kita berbeda.<br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Kondisi teman kuliah ku ini, mengingatkan pada sosok teman lain waktu duduk di bangku sekolah yang juga punya kondisi yang sama . Ia bergelut merawat ibu dan nenek nya yang sakit, ia juga berasal dari keluarga yang bercerai, kondisi finansial keluarganya nggak baik. Tapi, dia selalu ranking 1 di sekolah. Hebat ya? Bisa terpikirkan bagaimana ia mengatur waktunya? Oh, nggak lupa. Dia juga sering mendapatkan nyinyiran. Bagaimana ia disebut sebagai orang yang caper ke guru, dan lainnya. Padahal dia hanya berusaha memperbaiki kehidupannya agar lebih baik di masa depan.</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi83HxwLl2vWMECsqtyvG7Be63TQG2XFdtpGE8gZPM2aPTX8PoUu0AAPhIRByN04dAOqqli5vB80SGzNgKgRRBoHAamXnNDy4f_qxs2eNYEX3qebxwtoR-ddksch3fJZtEKYSzlTiRz8nj4/s700/hipwee-EYQNioVWsAc7vxp.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="700" data-original-width="700" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi83HxwLl2vWMECsqtyvG7Be63TQG2XFdtpGE8gZPM2aPTX8PoUu0AAPhIRByN04dAOqqli5vB80SGzNgKgRRBoHAamXnNDy4f_qxs2eNYEX3qebxwtoR-ddksch3fJZtEKYSzlTiRz8nj4/w320-h320/hipwee-EYQNioVWsAc7vxp.jpeg" title="source: https://www.hipwee.com/hiburan/meme-iri-bilang-bos/" width="320" /></a></div><br /><div style="text-align: left;"></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">source: https://www.hipwee.com/hiburan/meme-iri-bilang-bos/</span></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size: x-small;"><br /></span></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Kenyataannya, meski dalam keadaan sulit seperti itu yang mungkin nggak terbesit di benak kita. Mereka adalah sosok-sosok yang menanamkan kebaikan dalam kesulitannya. Bukankah mengurus orangtua adalah bentuk bakti yang luar biasa. Kebaikan yang mereka tanam, dituai dari aspek kehidupan lainnya.<br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Memangnya kebaikan apa yang kita tanam sehingga kita bisa menuainya?</div><div style="text-align: justify;">Atau jangan-jangan kita adalah manusia egois yang hanya ingin hidup enak. </div><div style="text-align: justify;">Yang memenuhi diri dengan emosi negatif, ketika orang lain sedang menanam kebaikan dalam hidupnya.<br /></div><div style="text-align: right;"><br /></div><p style="text-align: justify;"><br /></p>Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-34567175097591656522020-05-03T00:20:00.002-07:002020-09-06T17:08:17.205-07:00Perihal CintaKita seringkali menyederhanakan perihal cinta, menjadi sekedar hubungan dengan pasangan.<br />
<br />
Kenyataannya cinta lebih dari itu.<br />
Cinta adalah apa yang membuat banyak orang bisa hidup. Cinta itu kuat. Membuat hal yang tidak masuk akal bagi sebagian orang menjadi masuk akal.<br />
<br />
Ketika melihat seseorang yang mengidolakan artis, merelakan waktu-waktunya menatap ponsel untuk mendukung idolanya. Beberapa orang berpikir hal itu tidak masuk akal. Ia dianggap membuang2 waktu. Baginya, waktu itu berharga karena disalurkan pada apa yg berharga.<br />
<br />
Ketika mendengar cerita sahabat yang rela mengorbankan nyawa demi agama. Beberapa menganggap itu kesia-siaan. Namun rasa cinta yang ada dalam hati mereka, membuat pengorbanan mereka terasa berharga.<br />
<br />
Ketika mendengar berita mengenai penangkapam koruptor. Banyak dari kita yang mencaci maki, tidak habis pikir dengan kelakuan mereka merugikan banyak orang. Kenyataannya, Rasa cinta kepada uang, membuat mereka lupa memakan uang yang bukan haknya.<br />
<br />
Para orang tua yang melarang anak-anaknya. Bahkan yang berlebihan. Hal itu tidak lain, karena rasa cinta kepada anaknya.<br />
<br />
Rasa cinta erat kaitannya dengan ketakutan akan perasaan kehilangan. Kehilangan seseorang, kehilangan waktu, kehilangan uang, dan kehilangan-kehilangan lainnya.<br />
Ketakutan akan apa yang terjadi jika merasakan kehilangan.<br />
<br />
Cinta bisa menjelma menjadi kekuatan tertentu.<br />
Yang terkadang menguatkan.<br />
Terkadang melemahkan.<br />
<br />
Kita sebagai manusia, terkadang lupa.<br />
Bahwa apa-apa yang ada di hidup kita terkadang hanya menjadi yang sekedar lewat.<br />
Bisa lewat dengan cepat atau lambat.<br />
<br />
menjadi rahmat atau menjadi ujian.<br />
terserah tergantung pengelolaan pada rasa cinta yang kita punya.<br />
<br />
Rasa cinta adalah fitrah.<br />
Namun juga bisa menjadi ujian terbesar yang bisa menghancurkan.<br />
<br />Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-65661364535497836922020-04-11T03:07:00.001-07:002020-04-25T07:05:18.470-07:00Bagian Diri<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoWlD_v7gO2coZT-AXbY6TRcCymM1eO9EDhS44_uvm-jpIkkQOWrjFkyGwM6DjZv17NUhoF_ZBb4FCYmU6xkZnTDIiN3yXp5PL4o3EKR78XPgLY7y5PE0S45K_JM8pucjRmO29l6tmi87I/s1600/1586599633455251-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoWlD_v7gO2coZT-AXbY6TRcCymM1eO9EDhS44_uvm-jpIkkQOWrjFkyGwM6DjZv17NUhoF_ZBb4FCYmU6xkZnTDIiN3yXp5PL4o3EKR78XPgLY7y5PE0S45K_JM8pucjRmO29l6tmi87I/s1600/1586599633455251-0.png" width="400" />
</a>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br />
Pernah tidak bertanya pada diri sendiri tentang hal apa yang membuat diri kita merasa tidak hidup kalau sehari saja tanpa hal tersebut? Hal-hal lain selain kebutuhan dasar sebagai manusia seperti makan, minum, olahraga dan lainnya. Kebutuhan akan sesuatu yang tidak semua orang sama kebutuhannya.<br />
<br />
Di hari karantina ke sekian pandemi covid-19 ini.<br />
Aku menyadari ada satu kegiatan yang membuatku hidup: Menulis dengan jari sendiri. Aku tidak bisa hidup tanpa buku catatan.<br />
<br />
Sebenarnya hal ini sudah ku sadari di bulan Juli tahun lalu tapi diingatkan lagi di karantina ini.<br />
<br />
Saat mengontrak mata kuliah Kuliah Kerja Nyata (KKN). Kala itu, aku hanya berbekal baju dan buku untuk dibaca dalam kebutuhan satu bulan. Di minggu pertama mengikuti KKN merupakan waktu-waktu adaptasi dengan lingkungan dan teman baru. Aku tidak merasakan ada keanehan dalam diri yang tidak menulis. Masuk minggu ke-dua, aku tiba-tiba merasa hampa. Aku merasa malas menjalani hari. Aku bertanya-tanya apa yang hilang dalam diri tapi tidak kutemukan. Sampai akhirnya,<br />
<br />
"Ada yang mau nitip? Aku mau ke alfamart." Tawar seorang teman satu hari.<br />
<br />
Mendengar tawaran itu, aku lantas memintanya membeli buku catatan kecil beserta pulpen. Aku tidak tahu kenapa, yang terpikirkan di otakku adalah aku ingin menulis.<br />
<br />
Uniknya, setelah menulis. Rasa hampa itu hilang, lebaynya, aku merasa hidup kembali.<br />
</div>
<div>
Hal ini juga terjadi beberapa waktu yg lalu.<br />
Ceritanya, aku mencoba melepaskan diri dari aktivitas menulis. Mumpung sedang dalam karantina. Lagipula, buku catatanku tertinggal di kosan, sedangkan aku sudah di rumah.<br />
<br />
Hasilnya, berantakan. Hidup jadi tidak terarah. Meski sudah meniatkan dalam hati, kegiatan-kegiatan yang direncanakan tidak terlaksana kalau tidak ditulis di buku catatan. Aku sudah mencoba menulis di catatan yang ada di hp, bahkan saling berkoordinasi mengirimkan list kegiatan dengan seorang teman. Tapi ternyata tidak berhasil. Selain itu, isi otak juga terasa penuh, karena tidak dicurahkan lewat tulisan (aku biasanya menumpahkan apa isi hatiku dengan menulis). </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sebenarnya ketika aku menyebut menulis, bukan berarti aku menulis cerpen atau hal-hal yang 'wah'.<br />
Aku menulis apapun: curhat, kontemplasi, rencana kegiatan, ide, bahkan dulu waktu sekolah selalu menulis rangkuman, kalau tidak, biasanya aku menulis ulang apa yang dipelajari di hari itu. Kalau tidak menulis, aku tidak akan paham. Kalau menulis, aku akan lebih paham.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Aku baru menyadari ternyata sudah sebegitu dalamnya bersandar dalam aktivitas menulis. Aku mulai rajin menulis sedari SD, menulis cerpen dan curhatan dengan awalan seperti anak perempuan pada umumnya "dear diary". Hanya saja dulu, aku tidak seberani ini untuk mempublish beberapa tulisanku. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jangan salah sangka. Aku tidak pintar nulis. Well, aku harap bukan tidak tapi belum.<br />
Hanya, dengan melakukannya aku menjadi lebih terarah.<br />
<br />
Tulisan yang ku buat sering sekali terdapat banyak salah tulis, banyak salah diksi, dsb.<br />
Banyak sekali orang-orang di luar sana, yang bisa menulis lebih baik.<br />
<br />
Sejujurnya, sekilas, sebelum menulis catatan ini aku terpikir "wah shin kamu sombong banget bilang gak bisa hidup tanpa menulis" hahaha. <br />
Rasanya malu, ada yg lebih pantas untuk berkata seperti itu. Orang-orang yang memang dikenal sebagai penulis. Yang biasa berbagi tulisannya.<br />
<br />
Tapi, kini aku tahu, aku tidak perlu menjadi "siapa" dulu, untuk melakukan sesuatu.<br />
Meski banyak di luar sana orang yang lebih pantas untuk mengatakannya, tapi ini juga fakta dari diriku sendiri. Bagian dari diriku yang baru kutemukan dalam usaha mengenal diri sendiri.<br />
<br />
Karena pada akhirnya, aku tidak butuh orang lain menerima tulisanku, meski aku akan sangat bersyukur jika ia membaca bahkan menerimanya. Lebih dari itu, menulis membantuku untuk hidup. Ia menyembuhkanku. Ia menyemangatiku. Hanya itu.<br />
<br />
Lantas, bagaimana denganmu? hal apa yang membuatmu menjadi hidup? </div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-58601499704527356882020-01-16T12:03:00.001-08:002020-01-16T12:03:39.123-08:00Perempuan<p>Perempuan suka pujian.</p><p>Perempuan suka dicintai.</p><p>Tapi hal itu yang membuat perempuan sering lupa, ia dilahirkan di dunia ini bukan untuk kesia-siaan.</p><p>Ia dilahirkan ke dunia untuk memilih perannya.</p><p>Menjadi fitnah.</p><p>Atau menjadi fitrah</p>Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-7213720850008310802020-01-12T06:02:00.001-08:002020-01-12T06:10:05.010-08:00Puisi-Puisi Choi, Jun:Eloknya Bumi Pertiwi<div>Oleh: Ayip Sepudin<br></div><div><br></div><div><br></div><div><br></div><div>Pukul empat sore, danau di pusat kota</div><div>mulai gelap oleh bayangan pohon</div><div>Sebelum matahari terbenam</div><div>pohon-pohon terlebih dulu menunjukkan</div><div>bayangan matahari</div><div>(Choi, Jun, “Tato di Udara”)</div><div><br></div><div>Penggambaran suasana yang detail akan suatu tempat berhasil ditulisakan oleh salah satu penyair ternama Korea masa kini, Choi, Jun. Dalam bukunya yang berjudul “Kumpulan Sajak Orang Suci, Pohon Kelapa” yang diterjemahkan oleh Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah ini berhasil menciptakan gambaran bumi pertiwi yang elok. Banyak penyair-penyair tanah air yang tidak menggunakan diksi seperti pisang, papaya, orang utan, bahkan nama-nama kota dalam setiap judul puisinya. Akan tetapi, bagi Choi, Jun diksi tersebut menjadi sangat indah jika dituangkan ke dalam puisi. Dalam 61 sajaknya ini, penyair sangat apik menceritakan dengan sangat detail peristiwa yang diamati serta dijalaninya selama lima tahun berada di Indonesia.</div><div><br></div><div>Buku kumpulan sajak Orang Suci, Pohon Kelapa ini diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia tahun 2019 ini mempunyai sampul yang sejuk dipandang. Dengan dominasi warna putih sebagai warna utamanya ditambah nuansa daun berwarna hijau tua dan hijau muda menjadikan buku tersebut menjadi lebih elok jika berlama-lama dipandang. Burung disamping judul pada buku tersebut memberikan simbol bahwa cuitan yang ditulis oleh penyair tetang pengalaman selama berada di Indonesia semuanya tertuang di dalam buku tersebut.</div><div><br></div><div>Penyair kelahiran 1963 kota Jeongseon, Provinsi Gangwon, Korea ini banyak menyoroti alam Indonesia, baik flora dan fauna, aktivitas masyarakat, dan lain-lain. Berikut ini akan dipaparkan beberapa puisi Choi, Jun yang menggambarkan keelokan Bumi Pertiwi. Salah satunya adalah pada puisi berjudul Sketsa Terakhir Tentang Pisang. Puisi tersebut menggambarkan tentang ciri fisik pohon pisang beserta kehidupannya. Penyair memilih pohon pisang sebagai objek tulisannya mungkin dikarenakan di Negara asalnya (Korea) tidak ada pohon pisang. Oleh karena itu penyair dengan sangat rinci berhasil menuliskan sketsa tentang pisang. Seperti dalam kutipan berikut: </div><div><br></div><div>Dia bukan pohon</div><div>Seumur hidup hanya mekar sekali</div><div>Dia adalah rumput tanpa tulang dan otot</div><div>Hidupnya tidak berulang</div><div>Saat angina bertiup, saat itu tubuhnya berguncang</div><div><br></div><div>Dalam penggalan puisi di atas terasa bahwa penyair kagum dan terpesona kepada pohon pisang. Beliau berimajinasi jika pohon pisang tersebut adalah orang yang jarang dipandang atau dikagumi banyak orang, akan tetapi mempunyai peran penting dalam kehidupan. </div><div><br></div><div>Pohon pisang yang dianggap bukan pohon tersebut terkesan diremehkan karena tidak mempunyai batang kayu layaknya pohon pada umumnya. Dianggap lemah karena tak bertulang dan berotot, sehingga lebih menyerupai rumput daripada pohon. Akan tetapi, meski pohon pisang hidupnya tidak berulang dan hanya sekali setelah berbuah, bisa menghasilkan buah yang manis serta tunas yang banyak. Mati satu tumbuh seribu.</div><div><br></div><div>Selain pohon pisang, hal lain yang dituliskan oleh Choi, Jun yang hanya bisa beliau temui di Indonesia adalah Bali dan Borobudur, Keduanya berjudul Cara Bertamasya di Bali dengan Sedap dan Candi Borobudur. Sajak pertama menceritakan tentang kisah pertemuannya dengan bali. Banyak rencana yang sebenarnya tidak perlu repot-repot kita susun ketika hendak berlibur ke Bali, hanya cukup berimajinasi. Karena di Bali semua yang dibutuhkan ada, sekali pun baru pertama kali mengunjunginya. Penyair dengan sangat detail menggambarkan kehidupan dan kondisi alam di pulau Bali. Salah satunya adalah pada kutipan “tidak usah khawatir, orang-orang yang akan kau temui di jalan senasib denganmu, begitu turun dari pesawat, kau akan menemukan Denpasar, hotel, dan sewalah sepeda motor”.</div><div><br></div><div>Selain Bali, candi Borobudur juga termasuk dalam salah satu dari 61 sajak yang penyair tulis selama berada di Indonesia selama lima tahun (2000-2005). Puisi tersebut menceritakan tentang peristiwa yang dialami oleh patung Budha selama erupsi gunung merapi. Banyak kisah pilu dalam sejarah keberadaan candi Borobudur tersebut. Turis yang berkunjung hanya menyuarakan kegembiraannya karena berada di salah satu keajaiban dunia tanpa memperdulikan betapa ajaibnya patung Budha tersebut yang masih hidup meski tanpa memiliki kepala.</div><div><br></div><div>Sajak-sajak di atas pada umumnya merupakan sajak lirik, namun bukan hanya untuk mengungkapkan perasaan, tapi juga kritik yang memberi penyadaran kepada setiap aspek yang ada pada negeri ini. Seperti halnya keindahan Bali yang banyak diceritakan orang-orang kepada dunia, tetap saja Bali adalah Indonesia, dan tetap mempunyai kriminalitas, polisi, serta pegawainegeri yang suka korupsi. Kemudian tentang Candi Borobudur yang jika tidak bisa sama-sama kita jaga maka keagungannya lambat laun akan hilang, seperti mencoret-coret dinding candi, berswafoto pada candi yang sedang dalam tahap renovasi, atau yang sering dilakukan orang-orang pada umumnya yaitu membuang sampah sembrangan.</div><div><br></div><div>Buku puisi yang ditulis oleh Choi, Jun sangat membuka wawasan bagi seseorang yang gemar menulis. Bagaimana tidak, banyak puisi-puisi yang beliau tuliskan dengan mencampurkan dua budaya yang berbeda Korea dan Indonesia. Konsistensi penyair dalam menulis ini yang patut untuk diapresiasi. Karena seperti penyair pada umumnya tidak mungkin membiarkan segala sesuatunya berlalu tanpa dituliskan, baik sebagai arsip, maupun pengingat. Maka sudah sewajarnya kita meniru konsistensi Choi, Jun ini. Seperti yang disamoaikan oleh Pramudya Ananta Toer:</div><div><i>“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari</i>”.</div>Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-27515580121510794912020-01-12T00:11:00.000-08:002020-04-25T07:30:33.709-07:00Berhenti Menulis<div style="text-align: justify;">
Beberapa bulan yang lalu, aku sempat ingin berhenti menulis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak lagi menulis di blog, di wattpad, maupun di instagram. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rasanya malu sekali membayangkan tulisanku di baca orang lain melalui gadget nya. Rasanya sangat tidak pantas bagiku menumpahkan isi kepala yang kadang menjadi ujian bagiku: <i>aku tidak sebaik yang kamu bayangkan dari tulisan-tulisanku.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk beberapa orang, aku disanjung-sanjung, katanya betapa dewasanya cara berpikirku. Katanya, aku memiliki sudut pandang lain dalam melihat sebuah perkara.</div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk sebagian orang lainnya, aku terlihat seperti orang yang hidup secara membosankan--terlalu serius. Katanya, tidak asyik jika berteman denganku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Kamu yakin mau terus nulis di social media? rawan lho. Nanti kalau ada yang gak suka kamu gimana?" tanya seorang teman, berkali-kali yang membuatku terus bertanya pada diriku sendiri. Siapa sih manusia di bumi ini yang ingin tidak disukai?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
-</div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu waktu, aku melihat ke sekelilingku. Banyak sekali orang-orang yang suka menulis, dan mereka menulis dengan baik. Tidak sepertiku yang hanya bisa sampai sini. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku sempat berada di posisi di mana aku bertanya-tanya mengenai bagaimana pendapat mereka jika melihat tulisanku? </div>
<div style="text-align: justify;">
Betapa 'sok' nya aku menulis di berbagai platform, bukan?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin di masa itu, aku sedang dalam proses mengenal diri. Aku tidak tahu arahku hingga aku lebih memperdulikan pendapat orang lain dibandingkan melangkahkan kaki ku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
-</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keinginan untuk berhenti itu, sempat semakin mantap. </div>
<div style="text-align: justify;">
Ya. untuk apa aku menulis dan mempublish nya di internet.</div>
<div style="text-align: justify;">
jika aku menulis dan menyimpannya sendiri, sepertinya tidak ada salahnya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam kebingungan itu. Handphone ku tiba-tiba bergetar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Shin, makasih ya udah nulis" tulis temanku di <i>direct message</i> instagram.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku terdiam ketika membacanya, kenapa harus berterimakasih? Bukannya aku yang harusnya berterimakasih karena dia sudah repot-repot mau membaca tulisanku yang sebegininya?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Makasih ya Shin. jadi reminder. Boleh aku repost?" tulis teman yang lainnya. </div>
<div style="text-align: justify;">
"Oh iyaa boleh, makasih kembali yaa" jawabku, kemudian kembali terdiam... </div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Apa ini? Perasaan apa ini?</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
Hatiku menghangat. </div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Aku ingin menulis lagi..</i>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pikiranku melayang, ke hari-hari di mana aku menulis secara diam-diam di platform <i>tumblr. </i>Waktu itu, kelas 1 SMA: Tidak apa-apa, tidak di baca oleh orang lain. Aku hanya ingin mengutarakan perasaan-perasaan yang ku rasakan di tempat yang bisa aku kunjungi setiap saat. Tulisan-tulisan itu semakin hari, semakin banyak. Tapi suatu hari aku nekat menghapus semuanya. Ada ketakutan, barangkali akan ada yang membacanya. Aku malu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malu jika tulisanku di baca oleh orang lain. Orang lain akan menyangka aku orang seperti A, B, C, D. Merangkai ekspektasinya sesuai dengan apa yang aku tulis.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku juga merasa tidak pantas untuk menulis, karena aku sadar benar kapasitasku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi aku tidak bisa mengelak. menulis menciptakan kebahagiaan tersendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin karena aku bisa mengekspresikan apa yang ku rasa. </div>
<div style="text-align: justify;">
Aku lebih lancar berbicara melalui tulisan dibandingkan dengan lisan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi aku selalu takut, pandangan orang lain atasku. Aku selalu risau dengan penilaian orang. Lantas bagaimana caranya perasaan itu tersampaikan?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku kemudian tersadar, aku kembali ke titik itu ternyata. Titik dimana aku tidak percaya akan diriku sendiri. Di mana aku lebih mementingkan apa yang orang lain pikirkan dibandingkan keinginanku sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
-</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku bertanya pada diriku sendiri:</div>
<div style="text-align: justify;">
"kenapa kamu menulis?"</div>
<div style="text-align: justify;">
"karena senang, karena dengan menulis aku merasa memiliki teman"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Lantas, kenapa kamu memostingnya di sosial media Shin?"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kamu lupa?, katamu kamu ingin memiliki bekal kematian"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
-</div>
<div style="text-align: justify;">
Bulan oktober kemarin, aku mengikuti salah satu kelas dari makna akshara (sebuah komunitas yang mengusung diskusi psikologi) mengenai penyembuhan luka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemateri kelas hari itu adalah seseorang yang pernah di bully, bukan hanya dibully di sekolah tapi juga di rumahnya. Ia bercerita, bahkan pernah berpikir bahwa mungkin ia lebih baik mati dibandingkan hidup. Ia merasa tidak diinginkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kamu tahu apa yang menyelamatkannya? Tulisan. </div>
<div style="text-align: justify;">
Ia suka membaca majalah gadis.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tulisan yang bahkan tidak terkoneksi atas apa yang ia rasakan, tapi itu membuatnya memiliki harapan untuk hidup.<br />
Ia merasa memiliki teman.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sejak itu, ia ingin bekerja di perusahaan majalah tersebut. Memiliki keinginan sampai berani untuk mengikuti rangkaian tes jurnalistik meski tidak memiliki latar belakang yang memadai, namun akhirnya ia terpilih menjadi salah satu penulis di sana. </div>
<div style="text-align: justify;">
Menurutnya, mungkin di luar sana, ada orang-orang yang juga membutuhkan bantuannya melalui tulisan. Sebagaimana ia membutuhkannya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah mengikuti kelas itu, aku sedikit berkontemplasi. Aku terkikik geli melihat diri yang ternyata menomorutamakan pendapat orang lain atas apa yang aku lakukan. </div>
<div style="text-align: justify;">
Aku tidak harus disukai semua orang untuk melakukan sesuatu. Karena aku tidak bisa disukai oleh semua orang, akan selalu ada orang yang tidak menyukaiku. </div>
<div style="text-align: justify;">
Yang menjadi PR adalah apakah yang aku lakukan benar atau tidak. Positif atau negatif.<br />
Barangkali, tulisan yang tidak seberapa itu bisa membantu orang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selebihnya, biarkan pandangan orang menjadi angin lalu. Karena bisa jadi, apa yang kuupayakan dapat menyelamatkan seseorang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
-</div>
<div style="text-align: justify;">
Shintia, mungkin suatu hari, di masa depan, kamu akan merasakan yang sama. </div>
<div style="text-align: justify;">
Dan aku harap kamu membaca ini. Sebagai pengingat mengapa kamu berani untuk memulai, berani untuk keluar dari zona nyamanmu dan berusaha mempertahankannya sampai sekarang. </div>
<div style="text-align: justify;">
Teruslah melakukan apa yang ingin kamu lakukan selagi itu baik dan tidak bertentangan dengan nilai dan agamamu. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jika kemarin, teman-teman mu yang mengucapkan terimakasih atas tulisanmu yang tidak seberapa itu. Sekarang, aku yang berterimakasih. Karena sudah berani untuk menunjukkan apa yang kamu suka. Kamu harus tahu shin, aku baru saja membaca tulisan-tulisanmu yang telah lalu. Kamu ternyata berkembang, dan kamu bahkan menjadi pengingat bagi dirimu sendiri. Bahkan di setiap tulisan, terdapat kenangannya tersendiri. </div>
<div style="text-align: justify;">
Terimakasih ya. Jangan menyerah hanya karena kata orang lain, ya. :)</div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-57633831047248131462019-12-09T06:44:00.000-08:002019-12-09T07:30:27.738-08:00Menurunkan Ego<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTH5ZosRVgiMNMWW8WT_JVRLsNqoekT1xu-SBFqbmmAXGbDyeXBTSKmJSZgGFEZBJEpqTifEe1ODml5w-6bR6H3iPsf9z0axs8g8CH4xkZQTkcgk0a-q-hiM7_R36yYhtz2_PtH2OZHngR/s1600/img_524_349_image_1568449368ego.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="349" data-original-width="524" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTH5ZosRVgiMNMWW8WT_JVRLsNqoekT1xu-SBFqbmmAXGbDyeXBTSKmJSZgGFEZBJEpqTifEe1ODml5w-6bR6H3iPsf9z0axs8g8CH4xkZQTkcgk0a-q-hiM7_R36yYhtz2_PtH2OZHngR/s320/img_524_349_image_1568449368ego.jpg" width="320"></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">cr: rakyatku</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br></div>
Dalam percakapan kemarin hari dengan seorang teman. Ia mengutarakan bahwa ia cukup merasa lelah. Orangtua dan adik-adiknya menjadi tanggungannya.<br>
Di sisi lain, ia melihat teman-teman seumurannya bebas. Bisa meraih ini-itu. Bisa membeli ini-itu.<br>
Sedangkan ia harus menurunkan ego nya. Uang hasil kerja kerasnya, tidak bisa digunakan seperti apa yang ia inginkan. Untuk makan enak pun, ia harus banyak berpikir. Demi melihat adik-adiknya sekolah. Demi melihat orangtuanya tidak berada dalam kesulitan.<br>
<br>
Dalam diskusi dengan seorang sobat. Ia bercerita mengenai kakak sepupunya yang memiliki hobi mengoleksi mainan. Karena di usia muda nya, ia tidak sanggup membeli mainan tersebut. Setelah bekerja, kakak sepupunya itu memilih untuk menggunakan uangnya memenuhi egonya.<br>
Tapi, pada akhirnya ia juga harus menurunkan egonya. Koleksi mainan-mainan tersebut, di jual. Untuk memenuhi salah satu kebutuhan hidupnya dalam berkeluarga.<br>
<br>
Perempuan-perempuan di luar sana. Perempuan-perempuan yang memang fitrahnya menginginkan keindahan, termasuk dalam bentuk tubuhnya sendiri. Merelakan dirinya. Menurunkan ego nya untuk mengandung anaknya.<br>
Menjadi gemuk. Kesulitan tidur. Memakai sepatu perlu perjuangan. Bahkan hidupnya sendiri bisa selesai karena kandungannya. Padahal, ia bisa saja memilih untuk tidak menjalani itu semua.<br>
<br>
Perihal ego.<br>
Semakin tumbuh besar, entah bagaimana, kita lebih banyak dituntut untuk menurunkan ego oleh kehidupan.<br>
<br>
Saat kecil dulu, kita berpikir, mengasumsikan:<br>
Semakin bertumbuh besarnya kita,<br>
Semakin bebas untuk menjalani seseuatu,<br>
Semakin mudah untuk meraih cita-cita,<br>
Semakin mudah untuk meraih pencapaian-pencapaian (terutama dalam standar sosial: rumah, kendaraan, berlibur, dsb).<br>
<br>
Pada akhirnya, alih-alih meraih.<br>
Hidup banyak mengajarkan kita untuk merelakan.<br>
<br>
Merelakan hal-hal yang kita pikir dulu luar biasa.<br>
Merelakan mimpi-mimpi.<br>
Merelakan waktu.<br>
Bahkan merelakan nyawa.<br>
<br>
Selamat belajar menurunkan ego.<br>
Selamat belajar untuk berdamai dengan diri sendiri.<br>
Selamat belajat dalam membentuk pribadi yang kuat untuk mengarungi kerasnya kehidupan! :)<br>
<br>
<br>Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-24338028451414234522019-11-22T08:16:00.000-08:002020-02-23T18:52:08.868-08:00Tentang Hijab: Bukan capaian kecantikan<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDIwib11UhZuLkDgW1Fr8nzYkvxc5sCMWedywpenLguqYdNCQywdup6BdEtgVWXIPdCYQnBIXXBs9Iuw7oq0SZIRhpl3yAMxfFr1DCZS4hq678zGnZRw-y2Ih1U78pvrqfFc3X5sNgK61g/s1600/magdalene.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="183" data-original-width="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDIwib11UhZuLkDgW1Fr8nzYkvxc5sCMWedywpenLguqYdNCQywdup6BdEtgVWXIPdCYQnBIXXBs9Iuw7oq0SZIRhpl3yAMxfFr1DCZS4hq678zGnZRw-y2Ih1U78pvrqfFc3X5sNgK61g/s1600/magdalene.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">kutipan artikel magdalene</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Tidak pernah sama sekali terpikirkan olehku akan menggunakan hijab di umur <i>enam belas</i> tahun. Aku ingat sekali, pernah membenci hijab sebegitunya. Bagiku, hari-hari dimana sekolah tempatku mengenyam pendidikan mengharuskan murid-murid perempuannya berkerudung (bagi muslim) sangat menyebalkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: justify;">
<i>Nanti aja deh pakai kerudung, kalau udah kuliah. Atau udah nikah aja kali ya?</i> - Inner shintia, 12-15 tahun.</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Entah ke-berapa kali nya, setiap aku mengucir kuda rambutku, anak-anak perempuan akan berusaha memegangnya. "Bagus ih rambutnya!", ujar mereka, memuji. Sebagaimana perempuan lainnya, kelemahan ku adalah pujian. Rasanya, jika dipuji apalagi berdasarkan penampilan fisik, waktu itu, begitu menyenangkan.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Berbeda di hari-hari dimana aku memakai kerudung di sekolah, selalu dihiasi dengan celetukan "Kamu lebih cantik gak pakai kerudung deh". Ucapan itu terus berulang, sejak aku duduk di kelas satu sampai tiga SMP. Bisa dibayangkan seberapa banyak ucapan sama yang kuterima?</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Membaca artikel di <a href="http://magdalene.co/">magdalene.co</a>, yang kutipannya ku taruh di atas. Sangat mengingatkanku akan hari-hari itu. Setelah mantap berhijab, aku sangat setuju karenanya. Terdapat pergeseran makna mengenai hijab. Komodifikasi agama yang menjadikan hijab sebagai komoditas bisnis (akan ku tulis di tulisan selanjutnya), dan lagi-lagi yang paling utama adalah perihal capaian kecantikan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>"Lebih cantik berhijab deh"</i> adalah cara yang menurut banyak dari kita baik untuk mendukung perempuan agar mantap berhijab.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Entah dari kapan, masyarakat kita memandang hijab 'wajar' menjadi capaian kecantikan seorang perempuan. Meski niat baik bisa berawal dari apa saja. Termasuk, merasa cantik dengan balutan hijab. Namun, rasanya, memaknai hijab 'hanya' untuk mengukur capaian kecantikan perempuan, baiknya dibenahi. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hijab memiliki makna yang berbeda-beda bagi setiap perempuan dan tidak melulu mengenai kecantikan. Begitupun bagiku.<br />
<br />
Dibandingkan dipuji-puji, perjalanan dalam menggunakan hijab bagiku merupakan perjalanan dengan penolakan teman-teman yang mengukur kecantikan berdasarkan penggunaan hijab. Membuatku membenci hari-hari dimana aku harus mengenakan hijab. Tidak jarang, setelah sekolah selesai aku melepas kerudung yang kukenakan. Alasannya macam-macam, mulai dari; "panas", "pusing" dan sebagainya. Meski memang hal itu kurasakan, hal yang paling mendasar adalah aku tidak percaya diri. Aku malu memperlihatkan wajahku, yang disebut-sebut tidak cocok menggunakan hijab.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Allah akhirnya mengantarkanku pada titik dimana aku menyadari bahwa hijab bukanlah capaian kecantikan. Jika saja, hijab sebagai capaian kecantikan ini terus-menerus tertanam di otakku, mungkin sampai detik ini, aku tidak akan menggunakan hijab. <i>Hijab is more than beauty. </i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mulai mengenakan hijab di kelas satu SMA, butuh penyesuaian berbulan-bulan bagiku dalam memantapkan hati untuk mengenakannya secara permanen. Berawal dari tidak melepaskan kerudung sampai pulang sekolah di hari Jum'at (karena hari Jum'at sekolah biasa berbusana muslim). Lalu, ditambah dengan membeli seragam berlengan panjang untuk ku pakai di hari senin, seiring berjalannya waktu, ditambah dengan hari selasa. Dan alhamdulillah proses itu mengantarkan ku sampai hari ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Percayalah dalam prosesnya, karena aku seringkali dibilang tidak cocok menggunakan hijab. Aku bahkan sempat takut tidak akan ada laki-laki yang tertarik padaku jika aku mengenakan hijab. Karena omongan itu, aku memiliki pandangan sempit akan hijab yaitu memandang hijab sebagai capaian kecantikan. Dan juga memandang laki-laki hanya akan tertarik dengan kecantikan rupa. Padahal perihal jodoh sudah di atur oleh Sang Maha Kuasa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: justify;">
<i>Hijab adalah hubunganmu dengan Tuhanmu, jalannya, kesulitannya, maknanya berbeda-beda dan hanya kamu sendiri yang akan mendapatinya.</i></blockquote>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keyakinanku tidak datang begitu saja. Banyak sekali orang-orang yang merangkulku dengan akhlak. Sampai di hari itu, aku membuka beranda Facebook, dan postingan yang kubaca adalah mengenai <i>hijab pertama dan terakhir yang berasal dari kain kafan</i>. Entah bagaimana, Allah menggerakan hatiku menjadi yakin. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Tidak apa-apa dianggap tidak cantik dalam pandangan manusia. Kecantikan dalam ukuran manusia tidak dapat dibandingkan dengan sudut pandang Tuhanku, bukan?</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah aku memakai hijab. Tolak ukur hijab sebagai capaian kecantikan yang dilontarkan padaku tidak berhenti di situ. Di lain waktu, dalam perjalanan.. Ada yang memprotes <i>"Kamu pakaian nya Syar'i sih coba kalo nggak, kan lebih cantik", "Kalau kamu gak pakai hijab dijamin deh gampang dapet pekerjaannya, percaya deh".</i> atau sebaliknya <i>"kamu cantikan pakai hijab syar'i deh, lebih anggun"</i>. Di sini, aku tidak ingin menjadi <i>double standard. </i>Nyatanya di kedua sisi, memakai hijab maupun tidak, syar'i maupun tidak selalu dikait-kaitkan sebagai capaian kecantikan. Aku mengerti, masyarakat secara tidak sadar mengaitkan hijab dengan capaian kecantikan karena memang pada dasarnya tahu, bahwa perempuan senang menjadi cantik. Tapi percayalah, setelah mengobrol dengan teman-teman perempuan lainnya. Banyak perempuan yang malah menjadi ilfil, menjauh tidak ingin memakai hijab, tidak simpati, karena jujur saja bagi sebagian perempuan, kecantikan dan hijab merupakan hal yang sensitif untuk dikait-kaitkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Aku tidak menggunakan hijab untuk dipuji-puji sedemikian rupa. Aku memakai hijab bukan untuk menyenangkan mata orang lain. Aku memakai hijab bukan karena membutuhkan uang.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rasanya, pandangan masyarakat dengan hijab sebagai capaian kecantikan ini justru menyetir hak perempuan untuk menggunakan hijab menjadi sekedar pandangan atas fisik (menjadi sempit sekali). Padahal hijab adalah hubungan antara kita dengan Tuhan. Berhijab adalah keputusan masing-masing individu yang karena merupakan bentuk komunikasi transedental, tidak seharusnya disamakan dengan pandangan horizontal. Bukankah, kita begitu merendahkan nilai hijab dengan menyamakan sudut pandang Tuhan sebagai sudut pandang manusia?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selain kecantikan fisik, seseorang yang mengenakan hijab tidak berarti pasti berakhlak baik. Aku sangat malu, jika dengan hijab yang kupakai membuat orang-orang bersimpati, berpikir sedemikian rupa. Hijab ini bukan capaian kecantikan akhlak sebagaimana hijab bukan capaian kecantikan rupa. Banyak sekali yang mematok standar jika hijab syar'i maka orang tsb demikian, jika hijabnya tidak syar'i maka orang tsb begini, jika ia tidak memakai hijab maka orang yang bersangkutan begitu. Jika tidak memenuhi standar tsb, maka akan di cemooh, "Berhijab sih... tapi ..." Bukankah capaian kecantikan ini sangat tidak terdefinisikan? Baik-tidaknya seseorang hanya Tuhan yang tahu, maka berhentilah menjadi penilai karena manusia tidak memiliki kapasitas untuk menilai.<br />
<br />
Bagiku, hijab adalah hubungan dengan Tuhanku. Hijab adalah pilihan hidupku. Yang tahu makna nya, rasa nya adalah diriku sendiri. Maka, tolong berhentilah mengaitkan hijab dengan standar kecantikan (rupa pun akhlak). Karena hijab terlalu luas untuk dimaknai sesempit itu.</div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-86368232767096382762019-11-10T19:11:00.000-08:002019-11-10T19:11:09.118-08:00Belajar Menjadi Manusia<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhl3lelHg7ErF40EdiTskD5qggLGmDx26XbRM2O6UPB4aHQu-JXLz7s21b9r8riUw_mK-HHZHfn1lwUGSE72LU6eDSa1ncS3_bvC6GJhHRCshLTl-Nsvg4l8mULeUkoZ2lFROn1-66Gtwtd/s1600/give-yourself-your-own-loving-attention-long-ntpf18huyss8vmfecgqdft2lgs121kn2bj6fwsx0zq.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="551" data-original-width="367" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhl3lelHg7ErF40EdiTskD5qggLGmDx26XbRM2O6UPB4aHQu-JXLz7s21b9r8riUw_mK-HHZHfn1lwUGSE72LU6eDSa1ncS3_bvC6GJhHRCshLTl-Nsvg4l8mULeUkoZ2lFROn1-66Gtwtd/s320/give-yourself-your-own-loving-attention-long-ntpf18huyss8vmfecgqdft2lgs121kn2bj6fwsx0zq.png" width="213"></a></div>
<br>
<br>
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: justify;">
<i>"Manusia diciptakan sebagai makhluk yang sempurna. Tapi manusia kadang lupa, bahwa ia pun merupakan makhluk yang juga tidak sempurna. Sebuah kenyataan yang bertentangan dan membingungkan, sempurna tapi tidak sempurna"</i></blockquote>
<div style="text-align: justify;">
Akhir-akhir ini aku sedang dalam usaha untuk lebih mencintai diri. Hal ini disebabkan beberapa bulan yang lalu aku sempat sakit. Bukan karena faktor eksternal melainkan faktor internal. Yaitu: cara diri menyikapi suatu persoalan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Dulu aku sempat ragu, apa mungkin seseorang sakit hanya karena pikirannya? Dan... yap! siapa kira, aku akan mengalaminya. Hakikatnya manusia menyukai kelembutan, maka berbuat baik kepada orang lain adalah salah satu sikap yang sangat dianjurkan. Lantas, bagaimana jika kita berbuat baik kepada orang lain namun tidak berbuat baik kepada diri alias menyakiti diri sendiri?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada banyak cara seseorang menyikapi persoalan. Ketika merasa kecewa, beberapa orang melakukan evaluasi secara sehat dan yang lainnya tidak (menyalahkan diri sendiri atau menyalahkan orang lain atau menyalahkan apapun itu). Aku adalah salah-satu orang yang melakukan evaluasi secara tidak sehat, terutama dengan self-blame. Aku selalu menyalahkan diri. Aku sangat kasar terhadap diriku-sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah melakukan kontemplasi. Ternyata akar dari self-blame ini adalah aku yang lupa memanusiakan diri. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Manusia diciptakan sebagai makhluk yang sempurna. Tapi manusia kadang lupa, bahwa ia pun merupakan makhluk yang juga tidak sempurna. Sebuah kenyataan yang bertentangan dan membingungkan, sempurna tapi tidak sempurna.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun banyak orang (aku) yang berusaha menjadi sempurna dalam ketidaksempurnaannya. Lupa bahwa manusia pasti melakukan kesalahan dan jauh dari sempurna. Dan kunci dari semua ini adalah belajar memanusiakan diri (self-acceptance): Belajar mewajarkan ketika melakukan salah. Belajar memaafkan kesalahan yang dilakukan. Belajar menerima kegagalan diri.<br>
<br>
Aku sering kali mengomeli diriku sendiri. Misalnya aku melakukan kesalahan seperti salah kirim file tugas. Seringnya ketika sudah ada di posisi tersebut, aku mulai menyalahkan diri. 'YaAllah Shin kok kamu bisa gitu? 'Kenapa sih kamu tuh gagal fokus melulu". Sekarang aku pelan-pelan belajar mengubahnya "It's okay, Shin. kamu manusia kamu melakukan kesalahan. Sekarang jalan keluarnya apa?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Atau biasanya, ketika aku melakukan sebuah pekerjaan yang hasilnya tidak sebaik orang lain. "yaampun Shin begini aja gak bisa?", "Liat orang lain pada bisa, kamu engga?" sekarang harus diganti dengan lebih mengapresiasi diri "Ok, Shin. Good job. Kamu udah bisa segini" "It's okay, Shin. kamu udah bisa sampai sini. Semua orang punya kelebihannya masing-masing. Terus belajar ya!"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br>
Seringkali aku merasa sedih ketika tidak mencapai goals yang seharusnya. Mulai dari hal-hal kecil seperti yang sudah ku tulis diatas. Sampai ke hal-hal yang sangat berdampak dalam diri (baik secara batin maupun secara fisik). </div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Self-blame -yang aku rasakan- akan menjelma menjadi self-guilt dan self-shame karena saking toxic nya kebiasaan ini. Pernah suatu waktu, aku sangat kecewa akan suatu hal dan seperti biasa aku blaming diri sendiri. Aku sampai di titik tidak ingin bertemu banyak orang, kurang percaya diri dan jujur saja (waktu itu) jika aku diberi kesempatan untuk lahir kembali mungkin aku akan memilih jalan tersebut. Sayangnya, hidup tidak bisa begitu. Seberapa kecewa pun aku dengan diri, kehidupan tidak akan menungguku, hidup mesti harus berjalan. Dari situ aku belajar, selain self-acceptance yang seringkali aku lupakan adalah self-forgiveness.<br>
<br>
Memaafkan diri ini....sangat membutuhkan kesabaran karena butuh waktu yang lama. Dan secara tidak sadar, seringkali kita kabur dari tanggungjawab memaafkan diri dengan menumpuk hal yang mengganggu dengan hal-hal lain yang diharap dapat mendistraksi keruwetan masalah (menonton, belanja, dsb). </div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Masalahnya, masalah terus menerus datang, pun kekecewaan terus-menerus hadir. Maka self-forgiveness adalah kegiatan yang juga harus dilakukan berulang-ulang. </div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Kita tidak bisa membiarkan keruwetan ini menumpuk begitu saja. Sampai akhirnya aku mengerti kunci dari self-forgiveness adalah ikhlas dan bertaubat. Ikhlas mengakui kesalahan diri yang menyebabkan efek besar pada diri sendiri, ikhlas menerima rasa sakit sebagai bentuk pembelajaran, ikhlas menerima konsekuensi yang akan hadir dimasa depan karena kesalahan diri, dan bertaubat karena selama ini seringkali merasa bisa melakukan sesuatu dengan baik dengan segala usaha diri yang lemah, tanpa melibatkan Yang Maha Kuasa, padahal karenaNya lah aku dapat melakukan sesuatu. <br>
<br>
Butuh waktu yang lama bagiku menyadari ada yang salah dalam diri ini. Aku harap sampainya diri pada titik realisasi ini, dapat membentukku menjadi pribadi yang lebih positif. Dan menerima segala yang hadir pada diri. Belajar mencintai diri berarti berdamai dengan diri dari sudut pandang lain. Mendewasakan diri agar terdorong mencari jalan keluar, <i>instead of hurting my own self</i>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br>
Semoga dengan membiasakan belajar memanusiakan diri ini selain manambah peduli terhadap diri sendiri. Pun menjadikan ku pribadi peduli terhadap orang lain dan (juga) lebih memanusiakan mereka. </div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Yang memandang orang lain yang melakukan salah karena mereka pun pembelajar, mereka pun manusia. "Dia manusia bikin kesalahan juga, sama kayak kamu...". Dibanding menghabiskan tenaga, kesal sendiri (ini susah banget memang T_T tapi harus belajar), dan memiliki harapan yang tinggi terhadap orang lain (berharap mereka 'sempurna' dengan standar yang ada di otak kita, agar tidak selalu merasakan kecewa..</div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-19630097547458561362019-11-10T19:03:00.001-08:002019-11-10T19:03:18.635-08:00Tentang Perasaann Suka<div>Terkadang, kita harus banyak bertanya pada diri kita sendiri. </div><div><br></div><div>Misalnya, ketika hati kita memiliki kecondongan pada seorang insan..</div><div><br></div><div>Apa kita benar menyukai sosoknya?</div><div>Atau kita menyukai sosoknya yang ada dalam pikiran kita?</div><div><br></div><div>Jangan-jangan kita hanya menyukai ekspektasi kita akan dirinya. Bukan menyukai dia yang sesungguhnya.</div><div><br></div><div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRIwL9cvSMYPhZz_7tmRRUI6zugglXY1hKENjRLCjk7-V2ssQ_Xt7oqV_qAN14CE8YpfIIdNcbd-WPwFIzEtWrcuxCXdujnfB5K6kVeTzuRShVPW9OEhdFB1lUW9gbRS_LnleeN08Ys1_-/s1600/1573441393340259-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRIwL9cvSMYPhZz_7tmRRUI6zugglXY1hKENjRLCjk7-V2ssQ_Xt7oqV_qAN14CE8YpfIIdNcbd-WPwFIzEtWrcuxCXdujnfB5K6kVeTzuRShVPW9OEhdFB1lUW9gbRS_LnleeN08Ys1_-/s1600/1573441393340259-0.png" width="400">
</a>
</div><br></div><div>Kita membuat asumsi sedemikian rupa, berandai-andai masa depan yang akan dirakit dengannya.</div><div><br></div><div>Bukankah ekspektasi itu akan menghancurkan kita menjadi sosok penuntut?</div><div>Bagaimana jika sosoknya ternyata berbeda dengan ekspektasi.</div><div><br></div><div>Jika dia yang dimaksud ternyata tidak seperti ekspektasi, kenapa kita harus menyalahkannya?</div><div>Kenapa kita memaksa seseorang untuk menjadi dia yang ada dalam pikiran kita?</div><div><br></div><div>Jadi, kamu menyukai sosoknya?</div><div>Atau menyukai sosoknya yang kamu buat dalam pikiranmu?</div><div><br></div>Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-76518995776141121662019-07-23T16:45:00.001-07:002019-07-23T16:45:31.668-07:00Menyendiri<p dir="ltr">Semakin mendalami diri. Yang semakin terlihat adalah kekurangan. Banyak sekali. Malu rasanya, karena ada waktu-waktu di mana diri merasa cukup---cukup baik. Pun, ada waktu di mana diri melangit, merasa lebih dari siapapun.</p>
<p dir="ltr">Ketika menyendiri. Diam. Berdua dengan Sang Illah. Tabir itu terkuak. Diri yang rapuh. Diri yang bukanlah apa-apa.</p>
<p dir="ltr"><u>S</u>isakanlah waktumu. Demi dirimu sendiri. Demi menyelami relung-relung yang tidak dilihat orang lain. Demi kesehatan mentalmu. </p>
<p dir="ltr">Karena pada akhirnya, dapat menumbuhkan keinginan untuk berbuat baik karena menyadari bahwa diri yang merasa baik itu palsu.</p>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-19711543159567595972019-07-04T16:14:00.001-07:002019-07-04T17:08:05.145-07:00Cerpen: Tempat Menetap<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
Perempuan itu menggertakan gigi nya, menahan perasaan kecewa yang membuncah.</div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
"Perempuan cantik mah banyak, bisa dicari. Aku cari yang akhlaknya cantik juga."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
Air mata nya mengalir lembut. Lagi-lagi ia tidak bisa menahannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
"Aku gak takut buat melepas kamu", lanjut laki-laki itu, mantap.</div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sarah menatap langit-langit. Tidak ada apa pun di sana. Ia hanya ingin air mata nya berkurang dengan menegadahkan kepala nya ke atas. Entah ke berapa kali nya ia menangis hari ini. Hati nya benar-benar hancur. Kejadian kemarin sore, ucapan dari sang kekasih, terus-menerus terulang dalam benaknya.</div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Tapi aku salah apa? Aku udah berusaha menjadi pasangan yang baik. Aku gak pernah minta dibelikan apapun. Aku gak melarangnya melakukan apa yang ia senangi. Aku cuma mau dia menetap ya Allah. Aku cuma minta sedikit" ucapnya, rapuh.</div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh90HWikK63qbU9Yfudu6mhE8q5JfWROevfs-aPu52qW3Hjv9OmUUxikIwFqZY1OQGV5HF1WJFMzZuPEao7jy-xFDa1h6I0jqzry48VVJ0JeB-FWYrUsuUvYkHTO2Red835MUntmWbT4YWK/s1600/hipwee-photo-1527769599399-6b2daee58114.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="501" data-original-width="357" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh90HWikK63qbU9Yfudu6mhE8q5JfWROevfs-aPu52qW3Hjv9OmUUxikIwFqZY1OQGV5HF1WJFMzZuPEao7jy-xFDa1h6I0jqzry48VVJ0JeB-FWYrUsuUvYkHTO2Red835MUntmWbT4YWK/s320/hipwee-photo-1527769599399-6b2daee58114.jpg" width="228" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">cr: hipwee</td></tr>
</tbody></table>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
Kini ia memandang ke depan, ke arah cermin yang memantulkan bayangnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Aku gak tau. Apa aku harus senang atau sedih karena memiliki ini." Isaknya.</div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Memangnya aku mau punya wajah kayak gini? Kenapa ada saja yang menginginkan nya? Sedangkan hal ini selalu menjadi alasan bagi seseorang datang dan meninggalkanku"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia semakin tersedu.</div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Apa yang dimaksud akhlak yang cantik? Maksudnya akhlak ku seburuk itu?" nada nya meninggi, kesedihan itu bercampur dengan amarah.</div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sarah tahu benar dirinya begitu hina dan memang akhlaknya begitu buruk. Ia tahu dirinya tidak memiliki akhlak seperti sahabiyyah atau teman-teman shalihah lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
Namun ia melempar dirinya begitu jauh. Hanya karena kalimat dari seseorang yang mengisi relung hatinya. Ia merasa dirinya tidak lebih dari sekedar manusia sampah. Bahkan, merasa dalam dirinya tidak ada satupun kebaikan.</div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia melirik rak buku di bawah cermin tempat ia melihat pantulnya. Sebuah Al-Qur'an terpatri rapi di sana.</div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tarikan nafasnya dalam. Ia masih tersedu-sedu. Tangannya meraih kitab suci itu.</div>
</div>
<div dir="ltr">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Seenggaknya.. Mungkin, jika manusia melihat kebaikan akhlak berdasarkan standar. Jika memang bukan manusia. Aku yang akhlaknya buruk ini. Aku yang dipenuhi keburukan ini. Aku yang gak lebih dari sekedar sampah ini. Memiliki tempat untuk kembali. Memiliki tempat untuk menetap."</div>
</div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-33468844867849671362019-07-03T20:05:00.001-07:002020-01-09T21:05:12.881-08:00(Bukan) Tujuan<div dir="ltr">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1KkeywpuqX-5cPKp0xTgArgOlP0vzUv8qqmqeBRtHiGYCP2HNml5NOW5hlr3THFUl4tdrOMc3hyphenhyphenbP4IaOJhcrTPHwnzFTDlKYknI-fvYhT02jIUqzBLv0XtOT3vkuSWr58d3O20-i4Lgv/s1600/cloud-sky-sunlight-balloon-fly-love-841156-pxhere.com+%25281%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1067" data-original-width="1600" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1KkeywpuqX-5cPKp0xTgArgOlP0vzUv8qqmqeBRtHiGYCP2HNml5NOW5hlr3THFUl4tdrOMc3hyphenhyphenbP4IaOJhcrTPHwnzFTDlKYknI-fvYhT02jIUqzBLv0XtOT3vkuSWr58d3O20-i4Lgv/s320/cloud-sky-sunlight-balloon-fly-love-841156-pxhere.com+%25281%2529.jpg" width="320"></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">cr:pxhere</td></tr>
</tbody></table>
<br>
<br>
<br>
Aku bukan tujuanmu.<br>
Dan tidak menginginkan untuk dijadikan sebagai tujuan.</div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Jika kamu kemari, hanya karena tertarik pada apa yang ada pada diriku. <br>
Aku tidak bisa menjamin ketertarikanmu, tidak akan berubah menjadi penyesalan.<br>
Aku tau segala kebaikan dapat berawal dari hal-hal kecil yang begitu menarik.<br>
Tapi jika itu landasanmu, siap-siaplah menyesal.</div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Jika kamu menghampiri karena ingin bahagia.<br>
Aku tidak bisa memberi nya. <br>
Karena kebahagiaan bukan berasal dariku.<br>
Tapi dari persepsimu memandang rahmat Tuhan.</div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Jika kamu datang hanya ingin mendapatkan cinta dari ku.<br>
Cepat atau lambat,<br>
Aku dan kamu akan sama-sama menjadi makhluk egois.<br>
Aku dengan semua perasaanku.<br>
Dan kamu dengan segala logikamu.<br>
Saling menuntut kasih sayang atas ekspektasi masing-masing.</div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Aku tidak ingin menjadi tujuanmu.<br>
Karena memang tujuanmu seharusnya bukan aku.</div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Tujuanmu seharusnya lebih luas, dibanding sekedar seorang perempuan yang lemah, tidak bisa apa-apa.</div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Aku bukan tujuan.. karena di depan sana, ada hal yang lebih penting yang harus kamu dan aku raih sebagai manusia.</div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Pasangan, hanya satu dari sekian banyak orang yang hadir di hidupmu, ia bukan tujuan.<br>
Yang dengannya, diambil keputusan untuk melangkah.<br>
Beriringan searah, bukan untuk meringankan beban.<br>
Melainkan sebagai teman untuk menuju tujuan yang seyogyanya adalah tujuan.</div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Maka, kemarilah jika kamu pikir aku dapat menemani perjalanan menuju tujuanmu berada di dunia ini.</div><div dir="ltr">Aku tidak akan menjanjikan segala yang dilalui akan menjadi mudah.</div><div dir="ltr">Sama sekali tidak.</div><div dir="ltr">Mungkin akan banyak sulit.</div><div dir="ltr">Apalagi, aku ini terlalu banyak cacatnya.</div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Tapi tujuanku satu, aku ingin pulang dengan keadaan baik dan menuju tempat yang baik.</div><div dir="ltr">Dan jika kamu pun sama, mungkin kamu bisa datang.</div><div dir="ltr">Mungkin kita dapat mengusahakannya bersama.</div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-8194085447380263272019-06-06T07:26:00.000-07:002019-07-04T17:36:48.207-07:00LGBT: Sebuah perspektif<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDL3fxOuJcsuHvtzxf9Gs-n_oDcw1a1QSj6Nfu2DI6LOQKviBZbfQS6X-OoXv4Ijg4_hb7KmY_dkGCGKNCt87_XuvodnS3boab1LoMDoJwcUJKs3FanyQd7ic_UEl17lbIxsraF7qWTJ1p/s1600/people-usa-child-parade-festival-rainbow-464645-pxhere.com.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="1600" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDL3fxOuJcsuHvtzxf9Gs-n_oDcw1a1QSj6Nfu2DI6LOQKviBZbfQS6X-OoXv4Ijg4_hb7KmY_dkGCGKNCt87_XuvodnS3boab1LoMDoJwcUJKs3FanyQd7ic_UEl17lbIxsraF7qWTJ1p/s320/people-usa-child-parade-festival-rainbow-464645-pxhere.com.jpg" width="318" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">cr: pxhere</td></tr>
</tbody></table>
<i style="text-align: justify;"><span style="background: white; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">“Kamu
kan religius, kenapa ngambil topik skripsi semacam LGBT bahkan ini… transgender
pengidap AIDS?”</span></i><span style="background: white; font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> Tanya
dosenku hari itu.</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku diam. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Banyak hal yang harus aku jelaskan walaupun
beliau hanya memberikanku satu pertanyaan. Dan aku rasa, aku harus menuliskan
juga perpektifku terhadap isu yang sangat-sensitif ini.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">-<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pertama,
aku tidak religius. <o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku tidak mengerti apa yang dinilai dari diri
seseorang sehingga ia bisa disebut sebagai religius. Jika religius berarti
patuh dalam menjalankan aturan agama, jawabannya adalah tidak, aku tidak
religius. Aku masih begitu banyak memiliki kecacatan dalam perjalanan
mematuhkan diri dengan Sang Ilahi. Aku belum sepenuhnya patuh. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Mungkin, banyak yang menilai aku religius karena
pakaianku. Tapi ada yang harus ku tekankan, <u>pakaian hanyalah satu dari sekian
banyak aspek yang ada dalam diri seseorang, oleh karena itu aku menolak
digeneralisir dengan penilaian religius hanya karena pakaian</u>. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku menolak disebut religius, karena aku
sangat-belum-cukup untuk dikelompokkan ke dalam kelompok manusia-manusia baik.
Aku hanyalah manusia, yang -berusaha- menjadi patuh. Mungkin lebih tepat, jika
pertanyaannya ditambah, “Kamu kan orang yang <u>berusaha</u> menjadi religus”,
aku baru akan menerimanya—<u>Karena mungkin, orang yang melabeli aku sebagai
“religius” adalah orang yang lebih “religus” (lebih taat, lebih patuh, lebih
tinggi derajatnya di sisi Allah) daripada aku</u>.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p><br /></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kedua,
aku tidak memandang kelompok LGBT sebagai kelompok yang mesti aku jauhi.<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Beberapa orang menyalah-artikan maksudku ini
sebagai….aku adalah orang yang menerima LGBT atau aku termasuk ke dalam
kelompok islam liberal. Fyuh. Bismillah, semoga perpektif yang aku punya
setidaknya sedikit menjelaskan maksudku yang sebenarnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku ingin menekankan dulu sebelumnya, <u>aku
tidak menerima LGBT</u>. Karena nilai yang mereka punya sangat bertentangan
dengan nilai yang aku punya. Aku heteroseksual dan agama ku melarang hubungan
homoseksual/biseksual, pun merubah status kelamin sebagaimana ia dilahirkan
adalah sesuatu yang dilarang atau bisa disebut sebagai “perilaku dosa”. Tapi <u>aku
tidak mau memusuhi mereka</u>.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pertama, dalam perspektif ku, meskipun mereka
berbuat dosa bukan berarti derajatku lebih baik dibanding mereka di sisi Tuhan.
Aku pun sama, melakukan dosa. Banyak? Ya, sangat-banyak-sekali. Hanya saja,
perbedaannya, <u>aku melakukan dosa secara sembunyi-sembunyi</u> (kadang aku
pun tidak merasa sedang melakukan dosa). <u>Sedangkan mereka, lebih “terlihat”.</u><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ada beberapa orang yang mungkin akan menyanggahku
dengan “Tapi <u>mereka</u> kan <u>melakukan dosa besar</u>”. Ya, aku setuju,
tapi <u>bukan berarti aku tidak melakukan dosa besar</u>, jujur saja--<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">kamu hanya tidak melihatnya</b>. Selain
itu, dosa-dosa kecil yang aku lakukan, aku tidak tau sudah seberapa besar
jumlahnya, aku tidak tau apakah dosa-dosaku sudah diaampuni atau belum, yang
bisa aku lakukan hanyalah berusaha bertaubat. Dosa kecil pun lama-lama akan
menumpuk, itu sebabnya kita tidak boleh meremehkan dosa kecil bukan?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dan karena segala tumpukkan dosa yang ku punya
tidak bisa dibandingkan dengan dosa yang mereka punya, <u>karena tidak terlihat</u>,
<u>aku tidak bisa menghitungnya</u>. Lantas, kenapa aku harus memposisikan diri
menjadi sosok yang ‘lebih tinggi’ dibandingkan mereka?<o:p></o:p></span><br />
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxEy3LAt8Qjs2gxw_aYh-fQ6dxMgQwqV-d5S2yF5i6ULFhX8P73gKdtJKyszBExWB5S7bQj88it2ae3gm_MCTQiyQe7mHwpF1XwmtakN6KOT1BwC-PAQSeLhDfwoPwLvxJB7nNY5VKG7Xi/s1600/152522_selain-transgender-ternyata-ada-istilah-transeksual.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="465" data-original-width="700" height="212" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxEy3LAt8Qjs2gxw_aYh-fQ6dxMgQwqV-d5S2yF5i6ULFhX8P73gKdtJKyszBExWB5S7bQj88it2ae3gm_MCTQiyQe7mHwpF1XwmtakN6KOT1BwC-PAQSeLhDfwoPwLvxJB7nNY5VKG7Xi/s320/152522_selain-transgender-ternyata-ada-istilah-transeksual.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">cr: grid.id</td></tr>
</tbody></table>
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Masih ada beberapa alasan lain.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kedua, aku memandang mereka sebagai <u>orang-orang
yang harus berjuang dengan melawan nafsu nya, sama sepertiku</u>. Bedanya,
untuk yang homoseksual seperti lesbian dan gay, mereka harus berjuang melawan
hawa nafsu kepada sesama jenis. Sedangkan aku, kepada lawan jenis. Apalagi bagi
homoseksual yang sedari kecil, tidak pernah sama sekali merasakan perasaan suka
kepada lawan jenis, dalam tanda kutip mereka disebut sebagai homoseksual karena
hormon yang ia miliki (karena manusia lahir berbeda-beda), atau yang merasakan
salahnya didikan orangtua sehingga tidak familiar dengan hubungan
heteroseksual. Dan mungkin teman-teman biseksual, lebih berat lagi dalam melawan
nafsunya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kenapa aku memiliki perspektif ini? Aku beberapa
kali melakukan wawancara dengan yang bersangkutan. Dan beberapa dari mereka
mengaku merasa ingin menjadi heteroseksual tapi tidak bisa. Mengerti bahwa
agama melarang sehingga ingin menjadi heteroseksual. Berusaha sehingga mereka
terkadang merasa diri mereka orang-yang-dilahirkan-dengan-sangat-buruk,
frustasi bahkan depresi. Meski beberapa dari mereka pun, merasa tidak ada yang
salah dengan diri mereka, itu adalah pilihan mereka bukan pilihanku jadi tidak
berpengaruh apapun pada diriku. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kembali fokus ke homoseksual yang ingin menjadi
heteroseksual dan berjuang melawan hawa nafsunya. Aku pun sama, berjuang dengan
hawa nafsuku. Ada beberapa waktu di mana aku tidak bisa menahan hawa nafsu ku
kepada lawan jenis. Aku pernah sangat ingin memiliki seseorang. Pernah berusaha
menjadikannya agar menjadi pasangan hidup dengan cara yang salah. Aku pun
pernah merasa diri ini orang-yang-sangat-buruk karena tidak dapat mengontrolnya.
Kita semua sama-sama berperang melawan hawa-nafsu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dan untuk transgender, keinginannya menjadi
gender yang berlawanan. Mereka pun berjuang dengan keinginannya menjadi lawan
jenis, memakai pakaian yang dinginkan, dan lainnya. Aku pun sama, meski tidak
ada keinginan untuk berubah gender. Aku ada keinginan untuk memakai apa yang
aku inginkan. Misalnya? pakaian pendek, dengan potongan yang lucu-lucu, modis
nan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">trendy</i>. Tapi aku mau-tidak-mau
harus menahannya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku tau betapa sulitnya mengontrol hawa nafsu
ini, kenginan-keinginan yang tidak diperbolehkan, oleh karena itu, apa yang
membuatku pantas merasa ‘lebih-baik’ sehingga aku ‘layak memusuhi’ mereka?
Padahal aku sendiri berjuang melawan itu semua.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhi6md5qlaqJMkCqhKtjSvw_X5yrMdQFI9yzdMqBJIR7m5YtafiKVLM2lZ8bdzDC3OmNLqhbFiwcmtqqP0_cLtT0m6LROcc46L9Nl7CkMj_2qp6U8OD_hxfQgsBI5B14JVSYCiNe4MjCIUD/s1600/transgender_20180327_062332.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="393" data-original-width="700" height="179" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhi6md5qlaqJMkCqhKtjSvw_X5yrMdQFI9yzdMqBJIR7m5YtafiKVLM2lZ8bdzDC3OmNLqhbFiwcmtqqP0_cLtT0m6LROcc46L9Nl7CkMj_2qp6U8OD_hxfQgsBI5B14JVSYCiNe4MjCIUD/s320/transgender_20180327_062332.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">cr:tribunnews</td></tr>
</tbody></table>
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dan yang terakhir, poin yang paling inti. Aku tau
mereka melakukan dosa besar. Jika aku memusuhinya, lantas apa peran dakwahku
terhadap mereka? Dimana peranku padahal aku di tempatkan oleh Tuhannku berada
di era di mana LGBT menjadi isu hangat. Bagaimana jika suatu hari nanti, di
hari pertanggungjawaban, aku di tanya oleh Tuhan mengenai hal ini?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku tau, tidak semua dari mereka menginginkan
untuk didakwahi. Menurutku, itu bukanlah sebuah masalah. Aku tidak ingin
memaksa mereka. Peranku, adalah menghadirkan dengan akhlak (meski aku tau
akhlak yang kumiliki sangat amburadul), bahwa menjadi beragama bukan berarti orang
yang bersangkutan suci sehingga dapat merendahkan orang lain. Peranku adalah
menghadirkan dakwah melalui obrolan dan perilaku. Meski aku tau beberapa orang
dari mereka berpegang-teguh dengan nilai yang dipunya. Tidak apa-apa. Aku pun
memiliki nilai yang ku pegang dan aku pun tidak ingin seseorang mengganggu
nilai-nilai yang ku punya. Yang penting, aku sudah melakukan suatu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">‘action’</i>---kepada diriku sendiri untuk
tidak menjadi sombong, dan kepada mereka. Soal hasilnya, kan bukan urusanku.
Aku serahkan pada Tuhan. Aku yakin Tuhan hanya melihat usahaku. Aku tidak ingin
memaksa karena setiap orang tidak suka keinginannya dipaksakan. Karena aku
dihisab oleh apa yang aku kerjakan, bukan apa yang orang lain kerjakan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Setidaknya, aku <u>ingin menghadirkan “tempat-untuk-kembali”</u>
jika mereka ingin, meskipun aku tidak dapat begitu memfasilitasi, tapi aku
ingin mengusahakannya. <u>Karena aku juga ingin melakukan apa yang ingin aku
dapatkan dari orang lain, yaitu, ketika aku melakukan sebuah dosa, aku tidak
distigma, aku tidak dihindari, aku tidak dikucilkan melainkan dirangkul,
melainkan aku-memiliki-orang-dimana-aku-bisa-kembali.<o:p></o:p></u></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku terinspirasi dengan adanya pesantren Al-Fatah
di Yogyakarta bagi waria atau pesantren “Senin-Kamis” untuk para homoseksual. Memang
paradoks, antara agama dan apa yang dilabeli dengan ‘dosa’ disatukan. <u>Tapi
bagiku… semua orang memiliki hak untuk kembali pada Tuhannya. Tanpa terkecuali.<o:p></o:p></u></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Itu sebabnya. Aku tidak setuju dengan pembatasan
lapangan pekerjaan kepada kelompok LGBT., pembatasan fasilitas kesehatan, dan
lainnya. Jika kamu adalah orang yang pernah membaca buku mengenai stigma
kelompok LGBT, pasti kamu tau. Karena adanya diskriminasi yang diberikan,
mereka tidak dapat hidup layak, mereka semakin terjerembab dalam jurang. Banyak
lho dari mereka yang menjadi PSK karena tidak adanya lapangan pekerjaan yang
diberikan. Kamu bisa baca buku-buku yang berkaitan dengan stigma untuk
mengetahui lebih lanjut (uhuy yang lagi berusaha nyusun mah beda x’D) atau
membuka diri dengan mengobrol dengan mereka yang kamu anggap berbeda. <u>Aku
tidak mau kehadiranku karena melakukan hal yang sama, alih-alih menyelamatkan
mereka, malah semakin memperburuk keadaan yang mereka alami.<o:p></o:p></u></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Menurutku, menghukumi seseorang atas perilakunya
bukanlah tugasku, tugasku adalah melakukan sesuatu yang kuanggap benar untuk
membantu mereka. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sekian perspektif yang sangat panjangnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Jika ada perbedaan nilai, aku harap kamu sebagai
pembaca dapat menghargai perspektif ku dengan tidak melakukan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">cancelling. </i>Atau menghukumi ku sebagai
liberal, karena pada kenyataannya aku tidak merubah satu pun aturan dari agama.
Ini merupakan pilihan aksi yang ku pilih.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="background: white; color: black; font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Terimakasih. <3<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-42573536959650781602019-04-02T07:45:00.003-07:002019-04-05T23:23:31.756-07:00Kok Dia Bisa Gitu Ya? Munafik atau..<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<br></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Pernah gak melihat
seseorang yang kamu anggap sebagai </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">“orang yang
baik”</span><i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">,</span></i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"> melakukan </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">“</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">hal</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">-yang-sangat-</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">buruk</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">” </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">yang gak<i> </i>pernah terpikirkan</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">bahwa
orang seperti dia akan melakukannya? </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Misalnya, seorang ustadz di suatu daerah yang ku tahu,
mengadakan pengajian untuk anak-anak agar lebih mendalami Al-Qur’an, eh, tapi malah.…menghamili
salah satu muridnya. Atau kejadian serupa di Boston Amerika, yang diangkat
menjadi film berjudul Spotlight (harus nonton), bahwa di tahun 2002 terungkap
bahwa ratusan -bahkan berbentuk jaringan- pastor di AS melecehkan anak-anak. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Atau kamu pernah mendengar hal yang lebih
mengagetkan lainnya?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Maka hari ini, ingin menulis mengenai.. Kok
dia bisa gitu ya? Padahal kan….<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">D</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">ari sini
jelas bisa disimpulkan, bahwa d</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">unia
ini nggak cuma terdiri dari
warna hitam dan putih. Semua manusia memiliki warna nya sendiri. Kita kerap
kali merasa bisa menilai seseorang dengan baik, tapi sering kali penilaian itu
gagal.</span><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Hal ini dijelaskan oleh </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Prof. Deddy Mulyana dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">. Beliau</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"> menuliskan bahwa kesalahan persepsi terhadap seseorang ini disebut
sebagai <i>Halo Effect.</i> Merujuk kepada fakta bahwa kita membentuk kesan
menyeluruh karena sifat-sifat yang menonjol dari pribadi seseorang. Bila sifat
negatif yang menonjol, kita sulit mengakui bahwa ia memiliki beberapa sifat
positif. Pun, sebaliknya. Dengan kata lain, kita mengelompokkan sifat-sifat
seseorang secara kaku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Maksudnya, aku beri contoh seorang-yang-sepertinya-semua-orang-kenal:
Awkarin. Dengan akun Instagramnya, ia menampilkan bahwa ia adalah seorang <i>bad girl. </i>Banyak hujatan mendatangi nya
di kolom komentar. Bahkan seringkali ia di cap sebagai <i>bad influencer. </i> Nah. Sekarang
pertanyaannya.. apa dia benar-benar seburuk yang dipikirkan? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Beberapa waktu yang lalu, sosok Awkarin ini
pergi ke Palu membantu korban gempa. Yang kemudian, menggetarkan (yaila?) jagat
internet :p. Salah satu komentar yang ku baca (dan masih teringat) dari sebuah
postingan, seperti ini: Awkarin udah berubah ya. Yups! Bisa jadi dia berubah,
atau bisa jadi kita yang mengelompokkan dan menggeneralisir sifatnya secara
kaku. Kalau yang kita lihat bernilai buruk, maka kita mempersepsikan ia orang
yang seperti itu. Padahal belum tentu. Semua orang selalu punya sisi kebaikan
dan keburukan. Dan kita nggak pernah tau, sebenarnya keburukan atau kebaikan
yang mendominasi dalam diri seseorang itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Selain menggeneralisir seseorang melalui
sikap nya yang kita lihat, Prof. Deddy Mulyana juga menyatakan bahwa kita mempunyai
ekpektasi sifat seseorang melalui penampilannya. Yang ganteng dan cantik mah…dinilai
punya kebaikan lebih.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Contoh nya, beberapa waktu yang lalu (bahkan
sampai sekarang), dunia per-kpop-an heboh dengan kasus Burning Sun. Buat yang
enggak tahu apa itu Burning Sun… Burning Sun ini nama sebuah club malam di Korea
Selatan. Kasus ini rame banget karena yang punya club malam ini adalah salah-satu
anggota Boyband terkenal Korea, Bigbang. Kasus ini menarik.. karena ternyata di
dalamnya terdapat kasus penyuapan petinggi polisi Korea, pengedaran narkoba,
penjualan perempuan dengan membiusnya, bahkan merekam hubungan seksual dengan
diam-diam dan menyebarkannya! Makin gila nya lagi, setelah kasus semakin didalami,
yang termasuk di dalam kasus ini bukan hanya pemilik club malam Burning Sun,
tapi banyak nama idol lain yang terseret dalam kasus pelecehan seksual. Ah,
panjang banget kalau diceritain, bisa klik di <b>sini</b> aja buat penjelasan lebih lengkapnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Yang bikin kagetnya, yah itu idol kan
mukanya ganteng-ganteng.. bukan muka kriminal lah, siapa sangka. Nah, salah
satu hal yang sering kita lupa adalah semua orang ingin menunjukkan sisi terbaiknya.
Selain para idol yang secara manusiawi ingin menunjukkan sisi baik dirinya,
dalam dunia entertainment, pasti seseorang dibuat sedemikian rupa agar ia terlihat
memiliki sikap yang baik. Yah.. bak perfect. Bahkan salah satu idol yang
terlibat kasus ini yang ku tahu, suka memberi donasi uang untuk yang
membutuhkan (diluar variety shows). Ketika kasus ini pertama kali muncul, banyak orang yang nggak percaya idolnya melakukan hal buruk seeprti itu. Bahkan sempat masih mensupport idolnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Padahal kembali lagi manusia tetaplah manusia. Dia
baik, tapi pasti selalu ada keburukan didalamnya. Dia buruk, tapi pasti selalu
ada kebaikan didalamnya. Karena kita manusia, bukan setan pun malaikat. Dia cantik, pasti dia punya kebaikan dan keburukan. Dia ganteng, sama! Dia punya kebaikan dan keburukan. Karena kita semua manusia, bukan iblis pun bukan malaikat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-font-style: italic; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Manusia pasti
melakukan salah dan pasti melakukan kebaikan. Soal derajat siapa yang lebih
baik, kita tidak pernah tau. Karena kita bukan lah penilai yang baik---yang
kita nilai baik ternyata buruk, yang buruk pun sebaliknya. Dan tugas kita di dunia ini pun bukan untuk
menjadi penilai. Hihi, kita adalah makhluk yang nggak tau apa-apa, tapi sering sok
tau T__T.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-font-style: italic; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-indent: 36pt;">Manusia dengan keunikannya membawa banyak kejutan. Seorang yang
terlihat ahli di bidang agama, bisa jadi menipu banyak orang. Seorang yang
periang, bisa jadi melakukan tindakan bunuh diri. Seorang pencuri, bisa saja
melakukan tindak pencurian karena ingin membahagiakan anaknya. Seorang yang
berpenampilan sederhana, bisa jadi adalah seorang miliyader. Seorang yang
pemarah, bisa jadi adalah seorang yang penyayang. Singkat kata, karena keunikan
yang terdapat pada masing-masing individu kita seyogyanya berhati-hati dalam
mempersepsikan seseorang, karena </span><i style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-indent: 36pt;">Halo Effect</i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-indent: 36pt;"> ini dapat menipu setiap
orang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-font-style: italic; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-font-style: italic; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Pada akhirnya,
aku ingin mengutip kalimat yang sangat terngiang dari Yasmin Mogahed, bahwa
manusia yang baik bukanlah manusia yang nggak pernah melakukan kesalahan (keburukan). Tapi
manusia yang melakukan kesalahan, namun menyesalinya dan bertaubat, serta
terus-menerus berusaha memperbaiki dirinya. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-font-style: italic; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-font-style: italic; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Dan karena kita tidak pernah tahu siapa itu orangnya, sudah sepantasnya kita tidak menilai orang lain. Karena kita -sebagai manusia- tidak memiliki kapasitas dalam melihat itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrT3_dNsLyMG0h7MFfLJDUYuf10SwgSQaF3LMYkA4OEJBjhwxurvykOYHpiqAqhAD2kznOsdDZVxGLU2eFyUhYs440kjvtH3V_khTthgi_ANNdRkXcl7nzeUO95dgGiSXCq9kuUOJK4aFX/s1600/tumblr_ppc8lhLeRm1ttdmt0_540.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="810" data-original-width="457" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrT3_dNsLyMG0h7MFfLJDUYuf10SwgSQaF3LMYkA4OEJBjhwxurvykOYHpiqAqhAD2kznOsdDZVxGLU2eFyUhYs440kjvtH3V_khTthgi_ANNdRkXcl7nzeUO95dgGiSXCq9kuUOJK4aFX/s640/tumblr_ppc8lhLeRm1ttdmt0_540.jpg" width="360"></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-font-style: italic; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br></span></div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-14078328434990138182019-04-02T03:17:00.001-07:002019-04-02T03:17:11.868-07:00Tentang Memantaskan Diri<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kata ‘memantaskan diri’ erat dikaitkan dengan......jodoh.
Yup, memang, pernikahan itu bukanlah sebuah jenjang yang bisa dilalui dengan
mudah. Akan banyak tanggung jawab besar yang dihadapi ke depannya, maka banyak
yang harus dipersiapkan dan prosesnya bisa disebut sebagai proses ‘memantaskan
diri’.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku sangat setuju dengan pemaknaan di atas. Tapi, mungkin,
aku memiliki pemaknaan lain dalam memaknai kata ‘memantaskan diri’.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Menurutku, memantaskan diri dapat dimaknai secara
luas. Memantaskan diri adalah proses yang harus (karena mau-tidak-mau)
dilakukan oleh semua manusia dalam segala aspek kehidupan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ketika aku mengajar, maka aku akan mencari bahan
yang akan ku sampaikan. Aku tidak bisa datang ke kelas sekedarnya tanpa adanya
persiapan. Jika aku datang tanpa belajar terlebih dahulu, bisa-bisa aku salah
memberikan informasi. Bisa-bisa aku menyesatkan.. aku harus memantaskan diri menjadi soerang guru dalam versi terbaik. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ketika aku dihadapkan dengan seorang dosen. Maka aku
harus mengerti bagaimana cara nya ia mengajar, agar aku dapat dengan maksimal
menyerap materi yang beliau disampaikan. Aku juga harus mempelajari
karakteristik dosen tersebut, bagaimana aku dapat memiliki hubungan yang baik
dengannya. Bagaimana aku bisa berkonsultasi dengannya.. aku harus memantaskan diri menjadi mahasiswa yang baik.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ketika aku menginginkan diri untuk lulus dengan
nilai baik dan dalam tempo waktu yang cepat. Maka aku harus banyak belajar..banyak
membaca. Aku mesti mendisiplinkan diri.. aku memantaskan diri untuk menjadi seorang sarjana</span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ketika aku menginginkan diri untuk bekerja disuatu
tempat. Maka aku harus mengikuti segala rangkaian proses penerimaan. Aku harus
mempersiapkan diri terlebih dahulu.. aku memantaskan diri agar 'pantas' diterima oleh tempat dimana aku ingin bekerja.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKGFK86LDTRxngF3Fn3_TRy7u0U867pUctxX5UostfpK2zYdfkCi8aY7M9T6MuSwWLGTIHsKwtAztqFKspnj8lmBUAUZlsMBMn8pxc9XG6UjaRh-A-cuVPmkGxFq908Pws_uphafaynE8o/s1600/langit-awan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="400" data-original-width="700" height="182" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKGFK86LDTRxngF3Fn3_TRy7u0U867pUctxX5UostfpK2zYdfkCi8aY7M9T6MuSwWLGTIHsKwtAztqFKspnj8lmBUAUZlsMBMn8pxc9XG6UjaRh-A-cuVPmkGxFq908Pws_uphafaynE8o/s320/langit-awan.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">cr: islampos.com/7291-7291/</td></tr>
</tbody></table>
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Segala proses yang dilalui dalam hidup ini adalah proses
memantaskan-diri, </span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">memantaskan
diri menurutku adalah segala proses yang dilalui dalam </span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">mencapai apa yang diinginkan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bahkan sedari kecil sebagai manusia, kita terbiasa
memantaskan diri kita untuk mencapai sesuatu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Misalnya, k</span><span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">etika dulu aku ingin sama seperti orang
lain, bisa bermain sepeda, maka aku harus melalui proses jatuh, menabrak dan
tidak menyerah dalam melatih diri.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dari sudut pandang ini, aku menyadari semangat
memantaskan diri sebenarnya sudah ditanamkan sejak lahir dalam diri setiap
insan. Konteks memantaskan-diri menurutku bukanlah hanya terbatas dalam konteks
pernikahan. Tetapi dalam segala konteks-kehidupan. Sesudah menikah pun, tetap
harus memantaskan diri untuk menjadi pasangan yang baik, menjadi menantu yang
baik, menjadi tetangga yang baik, menjadi orangtua yang baik dan terus
berlanjut dalam segala detailnya sampai kematian menjemput.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada akhirnya, konsep memantaskan-diri adalah konsep
besar dalam kehidupan. Sebuah konsep yang dihadirkan oleh Tuhan (pasti) dengan
tidak sia-sia. Menurutmu apa maksud utama dalam memantaskan-diri? Menurutku,
konsep memantaskan-diri dihadirkan agar kita terus-menerus berproses menjadi pribadi yang baik agar kelak dapat kembali menemui-Nya dalam
keadaan yang sebaik-baiknya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-19094596377736162582019-02-24T03:18:00.000-08:002019-07-04T17:39:15.421-07:00Hadiah<div class="post_content clearfix" style="text-align: justify;">
<div class="post_content_inner clearfix">
<div class="post_container">
<div class="post_body">
<i> <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirwdgUPE-7cSBU8N_8NaIXQYjpyE5Z9mYDKZbKV7VuxaHHleWW5fmWbeYCs_sgi1hJeNr-mviQUS3Ihtsq_qoWVwwqtQTP5uXPA4IcDP9JHlwPDsdfT7JL6jHBeQWR565SJpoRS0BdSQWk/s1600/h.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="511" data-original-width="800" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirwdgUPE-7cSBU8N_8NaIXQYjpyE5Z9mYDKZbKV7VuxaHHleWW5fmWbeYCs_sgi1hJeNr-mviQUS3Ihtsq_qoWVwwqtQTP5uXPA4IcDP9JHlwPDsdfT7JL6jHBeQWR565SJpoRS0BdSQWk/s320/h.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">cr. outerbloom</td></tr>
</tbody></table>
</i><br />
<br />
<i> </i>Semua orang suka sama hadiah. Tapi kadang, ehm, sering nya, saya
lupa kasih hadiah ke orangtua. <i>Kapan ya
terakhir saya kasih hadiah ke orangtua? </i><br />
<br />
Yah, Mungkin karena saking baik dan tulusnya, mereka jadi
gak mengharap imbalan apapun. <b>Cukup liat
saya tumbuh dan berkembang dengan baik, itu udah jadi hadiah tersendiri</b>,
katanya.<br />
<br />
Omong-omong soal tumbuh dan berkembang, saya jadi kepikiran;<br />
<br />
<i>Apa… saya sudah
tumbuh dan berkembang dengan baik? Apakah sudah sesuai dengan harapan dari
orangtua saya?</i><br />
<br />
Dan lagi-lagi muncul pertanyaan, <i>apa mungkin selama ini saya keasyikan tumbuh dan berkembang? Sehingga
terkadang saya terlena dengan keasyikan lingkungan dan sering secara sengaja maupun
enggak, melupakan mereka karena saya lebih memprioritaskan hal lain?</i>. <i><br /></i><br />
<i>Apakah saya sudah menjadi hadiah yang baik?</i><br />
<br />
Malu rasanya. Saya masih banyak banget kurangnya, apalagi
dihadapan orangtua. Yang tau segala seluk-beluknya saya, tapi -anehnya- masih
mencintai dan berusaha membuat saya bahagia.<br />
<br />
Cuma hadiah doang, saya suka gak inget. Mereka susah payah
kasih segala kebutuhan, cari nafkah walau capek, tapi menghadiahi mereka saja
saya gak ingat.<br />
<br />
Mereka memang gak minta hadiah sih, tapi bukan berarti juga
mereka gak mau. Sekali-kali mungkin ada baiknya sebagai anak walaupun masih
dapet uang jajan dari orangtua untuk mengembalikan uang itu dalam bentuk lain. Nabung buat orang yang memang dicinta.
Memang gak cukup untuk membalas kebaikan mereka, tapi saya ingin membuat mereka
senang, walaupun hanya sebuah letupan kecil dalam hati.<br />
<br />
Apalagi
Ibu. Sebagai seorang perempuan saya gak bisa menapik
bahwa saya suka hadiah, dalam bentuk apapun. Perempuan pasti ngerasain
hal ini.
Dan laki-laki juga tau kalo perempuan suka banget sama hadiah. Makanya
laki-laki seringkali ngasih gebetan/pacar nya sesuatu (hadiah) buat
dapetin
hatinya. Nah, tapi suka lupa kan, Ibu juga perempuan. Dan beliau juga
suka
hadiah. Coba bayangin kalau kita punya anak (eh kejauhan), hm..
keponakan/adek
deh yang sering maen sama kita. Dia tiba-tiba kasih kita hadiah, memang
gak
seberapa sih, kita gaminta juga, gausah beliin juga, tapi kita gak bisa
menepis
rasa senang itu. Rasa senang akan ia yang menunjukkan adanya kepedulian
terhadap kita. Bayangkan, Apalagi kalau itu anak sendiri, apa gak bakal
senang? <br />
<br />
Saya masih suka malu buat bilang kalo saya sayang sama
orangtua. Kadang saya berani, kadang ciut.<br />
<br />
Hadiah berupa verbal gak bisa selalu
saya berikan karena kalah melawan gengsi. Jika saya memberi sebuah hadiah
berupa non-verbal, saya yakin mamah-bapak pasti tau bahwa hadiah yang gak
seberapa itu merupakan bentuk kepedulian dan sayang yang gak bisa diucapkan
secara langsung.<br />
<br />
Saya ingin terus memberi mereka hadiah. Dalam hal apapun. Kabar,
Do’a, maupun materil. <br />
Semoga saya selalu bisa. Dan semoga Allah memudahkan saya
untuk membahagiakan mereka.<br />
<br />
Aamiin Yarabal Alamin.<br />
<br />
- was written on Tumbr </div>
</div>
</div>
</div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-51988644849772435802019-02-14T06:39:00.003-08:002019-02-23T02:32:07.476-08:00Tempat Berlindung<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Beberapa waktu yang lalu, aku menonton liputan mengenai <a href="https://www.youtube.com/watch?v=eQffvXUQ6qw" target="_blank">Sesar lembang</a>.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br>
"Bahaya nih", pikirku waktu itu.<br>
<br>
Kemudian, sempat terpikir untuk mencari tempat kerja di luar Bandung. Rencananya, setelah lulus, (awalnya) aku ingin menetap di kota ini. Tapi setelah menonton liputan tsb. Ada keraguan, meski Bandung merupakan kota yang begitu nyaman. Apa artinya nyaman kan kalau hidup ada dalam bahaya?</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Hmmm... Apa aku tinggal di Jakarta aja ya? atau di Jogja aja?</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
"Semuanya sama aja, Shin.. Dimana-mana itu bahaya.", Ujar temanku, lembut, mengingatkan.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Aku terdiam, lantas mengangguk tersadar.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
YaAllah..<br>
<br>
Aku merasa.. aku sama seperti orang yang takut untuk pergi menggunakan pesawat karena ada pemberitaan mengenai kecelakaan pesawat.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Yang karena ketakutannya akan berita kecelakaan pesawat tersebut, akhirnya memilih jalur darat untuk bepergian. Karena ber-'asumsi' akan lebih aman jika menggunakan jalur darat dibanding jalur udara.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Padahal... sama saja.<br>
Berapa banyak kecelakaan darat yang menewaskan?<br>
<br>
<br>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQjBeHF3g1zquBKSXGmkFrVNpEwHLaGwQgPvAzD_as9sS8Y1uejkaVIsWbKUi8Bl2kkSrxESOp5QrM2Zp29Mym8olxdbcZxsgCShbAeW-AOPxZW2afvDXQnLK_2jOWJkGdQY0DQ9VEW42z/s1600/52427930_2252861128315261_4293234409840050176_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="497" data-original-width="280" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQjBeHF3g1zquBKSXGmkFrVNpEwHLaGwQgPvAzD_as9sS8Y1uejkaVIsWbKUi8Bl2kkSrxESOp5QrM2Zp29Mym8olxdbcZxsgCShbAeW-AOPxZW2afvDXQnLK_2jOWJkGdQY0DQ9VEW42z/s320/52427930_2252861128315261_4293234409840050176_n.jpg" width="180"></a></div>
<br></div>
<div dir="ltr">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Pun, kalau aku tidak pergi kemana-mana dan hanya berdiam diri di rumah.<br>
<br>
Sama saja. Bahaya itu bisa saja datang.<br>
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Nyatanya, rumah juga bukanlah tempat yang bisa disebut aman secara 'absolut'.<br>
<br>
Meski rumah selalu diidentikan dengan tempat yang 'aman'.<br>
<br>
Tidak ada yang menjamin keamanan 100 %.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br>
Berapa banyak orang yang mati terkena reruntuhan atap rumahnya ketika terjadi gempa bumi? </div>
<div style="text-align: justify;">
<br>
Berapa banyak orang yang mati di atas kasurnya?</div>
<br>
<br>
Jadi, dimana pun aku. Bahaya bisa selalu mengintai.<br>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Tidak ada tempat yang benar-benar aman.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Tidak ada tempat yang bisa betul-betul disebut sebagai tempat berlindung.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Karena dimana-mana ada bahaya. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Dan apapun dapat terjadi.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br>
Kita selama ini dapat hidup dengan aman.<br>
<br></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Bukan karena tempatnya yang membuat kita aman.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Dimanapun tempat yang melindungi hanya perantara.</div><div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br>Dari Tuhan yang Maha Pengasih.</div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-48566579504197662202019-02-07T03:10:00.001-08:002019-07-04T17:39:47.875-07:00Arti Kehadiran<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Hari itu, sahabatku menangis tersedu di depan banyak orang. Aku diam seribu bahasa. Ya. Aku tahu apa-apa yang telah ia lalui. Dan aku tau betapa sulit untuknya melewati itu semua.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
"Makasih, udah ada di kehidupan aku. Walaupun kalian gak tau apa-apa. Walaupun aku cuma cerita ke Shintia. Tapi justru dengan ke-enggak-tahuan kalian itu yang membantu aku." Ucapnya tersedu.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Mungkin, bagi sebagian orang ucapannya itu membingungkan. Tidak merasa telah membantu apapun, bahkan masalahnya pun tidak tahu, tapi merasa telah terbantu?</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, tidak bagiku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kalimat tersebut, merupakan kalimat yang manis. Begitu manis. Bagaimana dia terpikirkan untuk menghargai seseorang yang bisa dibilang tidak-peduli (karena tidak tahu apa yang dilewati) padanya?</div>
<br />
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Bagiku.. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Yang sudah mengenal aku dengan baik, pasti sering melihat sikap tidak percaya diriku saat menghadapi sesuatu. Aku terkadang melihat diri, tidak berarti di kehidupan orang lain. Melihat diri, tidak memiliki manfaat barang sedikitpun bagi orang lain. Melihat diri, tidak pantas berada disekitar orang lain.</div>
<br />
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
"Justru karena kehadiran kalian yang gak tau apa-apa. Aku jadi teralihkan buat mikirin masalah aku. Kalo gak ada kalian aku gatau bakal gimana. Mungkin aku bakal sedih terus." Lanjutnya, masih tersedu.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Suasana hening. Beberapa orang ikut meneteskan air mata. Aku menarik nafas yang panjang, dan menghembuskannya dalam sekali hembusan. Sahabatku, orang yang paling tsundere yang pernah kutemui ini.. ternyata bisa mengungkapkan perasaannya dengan sedemikian apik. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Dan aku sangat berterimakasih, ucapannya telah membangunkanku dari tidur. </div>
<div style="text-align: justify;">
Kehadiranku yang menurutku tidak penting bagi orang lain. Kehadiranku yang menurutku adalah beban untuk orang lain. Belum tentu seperti itu.</div>
<br />
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Bahkan dengan tidak melakukan apapun. Dengan ketidaktahuanku. Hanya dengan aku 'hadir' di kehidupan seseorang. Bisa menjadi kebaikan baginya. Bisa memberikan manfaat tanpa diketahui. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Dan bagi yang merasa sendirian.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bagi yang merasa tidak berharga.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bagi yang merasa eksistensi hidupnya tidak penting.</div>
<br />
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Ternyata tidak begitu, mungkin kehadiranmu berarti bagi seseorang. Tanpa ia ucapkan. Tanpa kamu ketahui.</div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-67823107583378633482019-01-30T04:28:00.001-08:002019-02-19T02:28:45.716-08:00#RamadhanJourney: Ketemu Teteh di Salman<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Alhamdulillah, InsyaAllah sebentar lagi kita akan bertemu bulan Ramadhan 1440 H. Tapi tulisan tentang bulan ramadhan 1439 H kemarin belum ditulis semua hehehe. Bulan Ramadhan nya selesai kapan, masih belum selesai aja nulis ramadhan journey nya, yaAllah, Shintia.. :’) </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Yah, Sebenernya mau nulis tentang ramadhan journey gak jadi-jadi karena ada kendala nya.. *ngeles</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Jadi, buku catatan pembelajaran bulan ramadhan tahun kemarin itu lupa disimpen dimana, setelah nyari kesana-kemari sampai sekarang belum ketemu juga :’) . Jadi gak begitu inget secara detail apa-apa yang mau ditulis. Tapi, tulisan yang sekarang insyaAllah menjadi salah-satu pembelajaran yang paling berkesan di Bulan Ramadhan tahun lalu, Alhamdulillah lebih diingat dibanding yang lainnya.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
-</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
-</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Hari itu, hari ke sekian Ramadhan. Sekitar pukul 9 pagi, aku memesan ojek online untuk pergi ke Masjid Salman ITB. Rencana nya hari itu aku akan mendaftar untuk ikut salah satu program Ramadhan yang telah disediakan. Namun, sesampainya disana, mungkin karena terlalu pagi. Booth pendaftaran belum dibuka. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Lantas saja aku melangkahkan kaki ke lantai 2 Masjid Salman. Di sana aku melihat beberapa akhwat yang sedang mengobrol, ada yang tertidur, pun ada yang sedang tilawah. Aku duduk di barisan paling belakang, bersandar ke dinding, menunggu booth pendaftaran dibuka. Memperkirakan mungkin selepas dzuhur booth pendaftarannya akan dibuka. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Aku mengedarkan pandangan sejenak, mengamati pemandangan yang jarang kulihat. Jarang sekali aku datang ke masjid ini, karena jarak yang cukup lumayan dari tempat tinggalku. Teringat, ITB pernah menjadi salah satu perguruan tinggi impian, namun pada akhirnya aku sama-sekali nggak memasukannya ke dalam pilihan perguruan tinggi saat seleksi masuk PTN. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Asyik mengamati, tiba-tiba saja dada ku terasa sesak, ingin menangis rasanya. Seperti yang aku sudah ceritakan di beberapa tulisan sebelumnya. Tahun lalu merupakan salah satu tahun yang –bisa di bilang- berat dalam hidupku. Rasa sedih sering datang menyeruak. Ku tengok kanan dan kiri, bagaimanapun, aku malu menangis di depan banyak orang. Tapi rasa sesak kian menggeliat, meminta untuk dikeluarkan.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Ada satu ucapan yang sangat ku ingat tentang kesedihan setelah menonton salah satu video milik Teh Ghaida dan Teh Ica (anak dari Aa Gym), bisa di tonton di <a href="https://youtu.be/1X0podP24wE"><b>sini</b></a>. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<i>“Kalau lagi sedih jangan langsung curhat kemana-mana atau ke manusia. Karena khawatirnya kita lebih banyak curhat ke manusia daripada ke Allah. Cepet aja langsung ngaji, gak apa-apa sambil nangis juga bentuk curhat. InsyaAllah, air mata nya nanti bersaksi. Semoga ini bukan air mata sia-sia.”</i></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Secepat mungkin aku membuka tas dan mengambil Al-Qur’an sebelum air mata ku tumpah. Bukan hanya dengan harapan air mata ku gak terbuang sia-sia. Namun, juga aku ingin mendistraksi pikiran negatif dengan Al-Qur’an. Yaa..syukur-syukur aku gak jadi nangis. hehehe </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Laa Tahzan Inallaha Ma’ana”, merupakan sebuah kalimat yang ku temukan ketika mulai membaca Al-Qur’an, pas sekali ketika rasa sedih hadir. Seakan Allah yang mengatakan, “Sin, jangan sedih terus. Allah ada sama kamu kok!” iya Sin, ada Allah, ada Allah. Dan terus melanjutkan bacaan sehingga dada terasa menjadi lebih lapang. Alhamdulillah..</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Teh Maaf” ucap sebuah suara, seorang akhwat yang tadi sedang tertidur tidak jauh dari tempatku duduk datang menyapa.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Iya teh, kenapa?” </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Bawa Charger enggak, teh? Boleh pinjem? Hp saya low”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Gak bawa teh, tapi saya bawa powerbank. Ini..” Jawabku sembari mengulurkan benda kotak berwarna putih itu dari dalam tas.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Hening. Terbaca ada guratan tanda tanya pada raut mukanya.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
‘Eh kenapa? Masa gatau powerbank?’ aku bertanya-tanya dalam hati.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Ia lantas mengambil powerbank tersebut, lantas bertanya. “Ini cara pakenya gimana teh?”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Oh.. Sama aja kaya charger teh kayak gini (aku mencontohkan cara pemakaiannya), Cuma bedanya </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
bisa dibawa kemana-mana aja”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Harganya berapa ya teh?”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Macem-macem teh, kalau beli kayaknya kisaran 100ribu ke atas”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Oh gitu. Saya pinjem dulu ya teh.”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Oh iya..”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Hening lagi. Beberapa menit tidak ada yang memulai pembicaraan. Aku ingin memulai pembicaraan. Tapi takut salah. Aku mendapati perasaan bahwa teteh ini nggak seperti orang pada umumnya. Dari cara nya berbicara, entah mengapa, aku dapat mengambil kesimpulan bahwa selama ini beliau menjalani kehidupan yang rumit dan beliau selama ini kesepian. Beliau duduk-diam disampingku, sembari melihat hp-nya yang sedang dicharge.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Karena tidak enak terus-menerus dalam keheningan. Lantas, aku kembali membuka Al-Qur’an. Ingin mengisi kekosongan jiwa sebelum diisi kembali oleh kesedihan. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Sebenernya... saya lagi sakit teh” Ungkap teteh itu tiba-tiba saat aku baru saja membuka Al-Qur’an.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Iya teh?” Jawabku kaget.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Oh, maaf.. sakit apa teh?”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Ini” ucapnya sembari menunjuk kepala. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Saya suka pusing.” Lanjutnya.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Emm.... teteh udah minum obat sebelumnya teh? Teteh lagi puasa?”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Beliau mengangguk pelan. “Obatnya mahal. Saya sakit ini udah lama, syaraf saya yang kena.”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku terdiam. Bingung menjawab apa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Tapi teh, alhamdulillah setelah saya ketemu islam. Semuanya jadi lancar.”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Gimana teh?”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Dulu saya pernah karena sakit bagian syaraf, saya sampai lumpuh di bagian x (beliau menyebutkan </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
bagian tubuhnya yang lumpuh, tapi aku lupa apa, detailnya ada di catatan yang hilang T_T)”.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Sekarang alhamdulillah enggak. Padahal obat pas-pasan karena mahal.”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Saya pisah sama suami sama anak” lanjutnya.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Aku terkejut. “Teteh..mahasiswa ITB?”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Ia jawab dengan menggelengkan kepala.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Alumni ITB?” </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Kembali beliau menggelengkan kepala.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Hening. Menyisakan aku yang kebingungan.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Saya bukan dari sini teh. Umur saya 43 tahun (kalau gak salah ingat)”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Oh???” Serius. Aku kaget bukan main. Aku mengira ia hanya berumur 3-5 tahun diatasku.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Saya juga bukan orang Bandung. Saya dari Tasik. Pertama kali ke Bandung ikut konser-konser artis”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Aku terdiam, mode pendengar sedang diaktifkan.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“kalau di konser-konser artis gitu kan banyak minuman keras ya teh. Saya juga bajunya dulu pendek-pendek. Saya hilang arah teh, gak ngerti hidup.”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Alhamdulillah nya, saya ketemu Pak/bu x (lupa namanya T_T), beliau baik banget. Sekarang beliau dosen di ITB. Sekarang saya tinggal di asrama Salman. Saya dikasih bacaan Islam, awalnya saya gak ngerti. Makin kesini makin belajar."</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
"Hidup jadi enteng, walaupun kondisi saya kayak gini. Gak punya siapa-siapa”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Aku termenung sebentar. Beliau cobaannya sulit banget ya. Aku gak seberapa, tapi nangis terus.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Teteh gak pulang ke Tasik teh?” tanyaku.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Beliau menggelengkan kepala. “Udah dua tahun enggak.”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Rencana nya saya mau ke DT (Daarut Tauhid) teh. Sebentar lagi kan 10 hari terakhir ramadhan, ada program i’tikaf. Pengen daftar jadi Keamanannya teh. Tahun kemarin saya juga jadi keamanan. Oh ya kalau teteh darimana?”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Aku tertunduk. Malu-yaAllah, malu! Beliau yang fisiknya sakit, dengan berbagai permasalahan yang ada di belakangnya. Semangat sekali. Jadi Keamanan? Dalam kondisi sakit? MasyaAllah... Aku? Aku sudah lama bersedih hanya karena satu –let’s say- takdir yang nggak sesuai dengan keinginan. Tapi masalahku ini sedikit sekali, dibandingkan dengan beliau. Jauh..</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
‘Bagaimana rasa nya kalau aku ada di posisi beliau?’</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
‘Kehilangan suami, anak, keluarga. Ditimpa penyakit’</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Saya juga suka ada di DT teh. Mau bareng nanti kesananya? Jam berapa?” </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Belum sempat beliau menjawab. Suara adzan Dzuhur berkumandang. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Teh, Makasih ya.” Beliau mengembalikan Powerbanku lantas pergi. Aku hanya melihatnya menjauh. Beliau keliatan terburu-buru sekali. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Setelah solat Dzuhur. Aku tersadar, bahwa nggak ada yang namanya kebetulan. Aku bahkan nggak tahu siapa nama Teteh itu. Begitu juga beliau. Nama saja gak saling tahu, tapi dengan begitu mudahnya, beliau bercerita padaku—pada orang asing. Lantas tiba-tiba saja aku teringat “Laa Tahzan, Inallaha Ma’ana”. Mungkin Allah kasihan melihat aku yang terus-menerus menangis, sehingga Allah berikan kepadaku kisah berat orang lain. Dan menyadarkanku, bahwa masih sangat banyak nikmat yang Allah beri. </div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-30124038366364627732019-01-09T06:59:00.000-08:002019-01-09T07:11:37.089-08:00Dibalik Kata Hampir<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam hidup, ada kalanya kejadian yang disangka akan terjadi, justru malah tidak terjadi.<br>
Ketika sedang mengalami hal seperti itu. Seringkali kata "hampir" terucap dari mulut.<br>
<br>
"Padahal <u>hampir</u> aja menang!"<br>
"Mereka <u>hampir</u> menikah tapi dari pihak perempuan tiba-tiba membatalkan tanpa kejelasan"<br>
<br>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdNcjO831lnBvJCJ2HhzD4tuRDPHU2B72cnaBV4WImPxgZ-e5PqGIEyhKE8-lehAST_jCB0ADdnHBBuGNaTa3HV0H_BrmDJeuY531Y4Xn57oqJtmIgcQuQF6wOsgdEppyiSou67DFt3G1Q/s1600/giphy.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="318" data-original-width="400" height="254" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdNcjO831lnBvJCJ2HhzD4tuRDPHU2B72cnaBV4WImPxgZ-e5PqGIEyhKE8-lehAST_jCB0ADdnHBBuGNaTa3HV0H_BrmDJeuY531Y4Xn57oqJtmIgcQuQF6wOsgdEppyiSou67DFt3G1Q/s320/giphy.gif" width="320"></a></div>
<br>
Atau terkadang, kata "hampir" mampir ketika merasa terselamatkan atas kejadian buruk.<br>
<br>
"Tadi <u>hampir</u> aja keserempet"<br>
"(tiba-tiba hujan besar setelah sampai rumah) Alhamdulillah udah nyampe, h<u>ampir</u> aja kejebak hujan"<br>
<br>
Setelah dipikir-pikir. Kata 'hampir' ternyata mengandung makna yang dalam. Ia menunjukkan sifat dasar manusia: <b>Lemah</b>.<br>
<br>
Kata hampir memberi kejelasan bahwa... manusia tidak punya kekuatan apa-apa atas apa yang terjadi pada dirinya.<br>
<br>
Kalau memang takdirnya kalah, ya kalah.<br>
Kalau memang takdir bukan jodoh, ya batal nikah.<br>
<br>
Kalau Allah berkehendak agar seseorang terserempet, ya terserempet.<br>
Kalau selamat, ya selamat.<br>
<br>
Sebegitu besarnya bencana tsunami di Selat Sunda kemarin.<br>
Setelah tenggelam dan terombang-ambing dalam air. Kalau Allah menakdirkan selamat ya selamat. Kalau Allah menakdirkan mati ya mati.<br>
<br>
Segala hal yang terjadi di muka bumi ini. Yang menimpa kita sebagai manusia. Yang menimpa makhluk-makhluk-Nya. Terjadi atas izin-Nya, atas keridhoan-Nya.<br>
<br>
Kalau Allah ridho, segala sesuatu yang asalnya tidak mungkin, bisa berubah. Yang asalnya mungkin, menjadi tidak mungkin.<br>
<br>
Pemilihan Presiden Amerika kemarin. Menggegerkan banyak orang, karena menyangka Trump tidak mungkin duduk di kursi kepresidenan. Manusia bisa saja mengakatakan "Clincton hampir jadi pemenangnya." Tapi, kalau Allah sudah menggariskan, apa yang tidak mungkin?<br>
<br>
<br>
<div style="text-align: center;">
<u>Kompilasi video mengenai ke-'hampir'-an dan ketidakmungkinan:</u></div>
<div style="text-align: center;">
<u><br></u></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/HnqY_Fg351I/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/HnqY_Fg351I?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br></div>
<br>
<br>
Lantas apa yang membuat kita sebagai manusia pantas untuk membanggakan diri? Padahal skenario yang dialami terjadi atas izin-Nya. Apa yang harus disombongkan? Ketika kejadian-kejadian yang menimpa hidup tidak ada satu pun yang tidak dapat terjadi selain dengan izin-Nya? </div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-54150343642966679972018-12-16T19:07:00.001-08:002018-12-16T19:31:32.525-08:00Keep On Doing Good<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Siang itu, rintik hujan kian mengecil. Akhir-akhir ini rasanya hujan memang terus-menerus hadir. Aku yang sedang terduduk sembari menalikan tali-sepatu tiba-tiba disapa oleh suara lembut yang mengalihkan fokusku.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Teteh, aku mau ngasih sesuatu buat teteh” Seorang santri menghampiriku. Sepertinya, ia baru saja kembali dari kamarnya di asrama, hal ini aku simpulkan setelah melihatnya yang masih memakai baju seragam pramuka namun sudah tidak lagi memakai sepatu sekolah melainkan sandal.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Hm? Apa?” Tanyaku penasaran. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Hari itu, kami baru saja mengadakan sebuah acara perpisahan. Tidak terasa satu semester berlalu begitu cepat. Hampir di setiap sabtu aku datang ke pondok pesantren Al-Furqan-Lembang untuk bertemu mereka. Karena jadwal mengajar di semester ini sudah sampai di akhir, serta komunitas sosial yang aku ikuti (Garis Tawa) akan berganti kepengurusan, maka diadakanlah acara perpisahan bersama santriwan-santriwati, pengurus Garis Tawa, dan relawan pengajar.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Tangan teteh nya sini” Jawabnya membukakan telapak tangannya ke arahku, yang segera kusambut. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Tapi.. aku malu teh..” Raut muka-nya berubah seketika. Ada keraguan yang kubaca. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Malu kenapa?”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Teteh jangan liat ya” ia menggenggam erat sesuatu dibalik khimar panjangnya. Aku sebelumnya mengira ia akan memberikan sepucuk surat karena beberapa santri sebelumnya memberikan para pengurus dan relawan dari Garis Tawa surat perpisahan. Namun ketika kuperhatikan dengan baik, rasanya ia bukan memberikan surat. Surat jika digenggam sebegitu kerasnya akan menjadi tidak berbentuk dan lusuh.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Gak apa-apa kok. Emang kenapa?” </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Aku pengen ngasih teteh sesuatu. Tapi yang aku punya cuma ini”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Aku terdiam sebentar. De Javu, rasanya.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Gak apa-apa, makasih ya”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Tapi malu teh..”</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Mau langsung taro di tas teteh aja?” </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Iya boleh teh sini!” jawabnya cepat sembari menyambut tas yang kuberikan.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
-</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Sesampainya di kosan, aku baru membuka isi tas. Lantas melihat apa yang ia beri. Wallah, ia berhasil membuatku terenyuh dan merenung panjang. Sekadar info pondok pesantren tempat kami mengajar bukan seperti pondok pesantren di perkotaan. Beberapa dari mereka yatim piatu, atau salah satunya. Dan mereka bukan dari golongan masyarakat yang bisa dikata ‘mampu’.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
“Aku pengen ngasih teteh sesuatu. Tapi yang aku punya cuma ini” </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
She has given what she thought best to me. Ya Allah.. T_T</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Teringat beberapa bulan yang lalu, aku mempertanyakan, kenapa ketika aku memberikan yang terbaik untuk seseorang, seringkali seseorang itu justru mengecewakan atau bahkan tidak menghargai nya sama sekali. Hal seperti ini mungkin bukan hanya aku yang mengalaminya. <br />
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Terkadang, ketika mendapatkan balasan yang tidak mengenakan di hati, sebagai manusia aku menyerah untuk kembali melakukan kebaikan padanya. Seakan kapok. Kok gak tau diri ya... Padahal kan... Ah dia mah gitu males ah..</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Cara pandang ini, jelas salah.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Dan kejadian hari itu mengubah sudut pandangku.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<i>“Ketika kamu melakukan kebaikan, kebaikan itu akan kembali kepadamu”</i></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Aku selalu berpikir kebaikan balasan yang kita beri akan bersifat timbal-balik, dari orang yang diberi kebaikan, namun nyatanya tidak. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Darinya, aku dapat memetik satu pelajaran: Ikhlas.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Tugas kita sebagai manusia hanyalah melakukan yang terbaik. Meski balasan yang didapat tidak sesuai, hal itu tidak lantas membuat kebaikan yang kita lakukan menjadi sia-sia. Semesta tidak pernah tidur. Ketika kita melakukan yang terbaik, semesta akan memberikan yang terbaik pula. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Ketika kita memberi dengan sepenuh hati. Maka akan ada orang yang memberi kepada kita dengan sepenuh hati pula. Mungkin bukan dia yang kita berikan yang terbaik yang akan membalas, tapi orang lain. Mungkin balasannya bukan versi terbaik bagi kita, tapi ia tetap melakukan yang terbaik untuk kita.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsmCtr1YjBTCGpsvYj2skEfJnRje_SrmhHUBMda_XPLMt_O5kMWfW8aPqxwzbWDsGC-Z2v0Hf9ZpxgaRkiC-zmrWL_Q3FnAzTeKmHFGCWCJlQ6uWOfaxTjPL7Bd7qC8SpPN_4TV0wUbw4-/s1600/images.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="266" data-original-width="190" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsmCtr1YjBTCGpsvYj2skEfJnRje_SrmhHUBMda_XPLMt_O5kMWfW8aPqxwzbWDsGC-Z2v0Hf9ZpxgaRkiC-zmrWL_Q3FnAzTeKmHFGCWCJlQ6uWOfaxTjPL7Bd7qC8SpPN_4TV0wUbw4-/s320/images.jpeg" width="228" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Cr: pict</td></tr>
</tbody></table>
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Keep on doing good, everyone. Keep on doing Good, shintia. Without expecting anything. Keep doing. Keep going. Allah will take care of you.</div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-74470445684981966172018-12-01T06:44:00.000-08:002018-12-01T20:32:11.608-08:00Teknologi dan Kontemplasi Aib<div style="text-align: justify;">
Dengan cepat aku melangkahkan kaki diantara anak tangga darurat menuju kelas yang berada di lantai 6. Mampus, hari ini telat! Entah kenapa, beberapa hari ke belakang aku seringkali merasakan sakit di bagian pundak. Dan tidur-tiduran adalah obat yang -rasanya- sangat mujarab. Tapi, aku tidak sadar diri terlalu lama dalam posisi seperti itu. Mager, beginilah jadinya....</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Kelas hari jum’at pagi di semester lima ini selalu menjadi kelas yang kutunggu-tunggu. Yap. Mata kuliah komunikasi online. Walaupun telat, aku lebih memilih masuk kelas dibanding bolos. Sayang kalau terlewatkan. Materi-materi yang relatable dengan kehidupan sehari-hari, tapi jarang orang yang mengetahuinya. Berasa benar-benar dididik jadi manusia cerdas bermedia. Alhamdulillah for this chance.. Givin’ you a big thanks, Pak Deni! ;’)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Ngos-ngosan, pintu kelas kubuka pelan-pelan. Ah, sudah ada dosen. Beliau sedang duduk sembari memainkan hp nya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
“Pak..” ucapku ramah sembari menganggukkan kepala.<span style="white-space: pre;"> </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Beliau membalas anggukan kepalaku dengan menganggukan kepala nya juga. Kulihat jajaran bangku mahasiswa, ternyata masih banyak yang belum datang. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak selang berapa lama, beberapa temanku datang, dan perkuliahan dimulai. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Hari ini, kami belajar tentang mengidentifikasi dan memvalidasi konten dan foto yang seringkali dipelintir oleh banyak masyarakat maya. Selain itu, yang paling seru, kami belajar untuk mempreteli akun sosial media orang-orang. Bahasa ringannya, nge-kepo-in hal-hal yang tidak terungkap di permukaan. Bahasa kasarnya, merusak privasi orang lain dan menemukan aibnya!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kalian jangan pakai ilmu ini buat jadi pencipta hoax atau yang jelek-jelek ya. Saya ngajarin ini buat kalian pake di kebaikan.” Ujar Pak Deni di sela-sela perkuliahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Satu kata yang ingin ku deskripsikan setelah kelas hari ini adalah: Ngeri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Aib seseorang ternyata semudah itu untuk di buka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa kali aku hanya bisa geleng-geleng saat mempelajarinya. Kalau Allah berkehendak, Kun Fayakun! Dicenderungkan hati seseorang untuk kepo tentang diri. Terbukalah semua.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Preferensi politik. Grup yang diikuti. Foto yang disukai. Foto yang diminati. Jejak komentar yang tidak diketahui orang lain. Hubungan dengan orang lain. Dan sebagainya, mudah sekali... </div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Sosial media diibaratkan sebagai ruang dengan sekat yang terbuat dari kaca dan sebagai pengguna kita berada didalam sekat itu. Dimana setiap orang akan memiliki ruang masing-masing, tidak berdesakkan, dan itu membuat kita nyaman. Tapi orang lain akan dengan bebas melihat apa yang kita lakukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena ini aku menjadi bertanya-tanya. </div><div style="text-align: justify;">Berapa banyak orang yang membuka aibnya sendiri di sosial media? </div><div style="text-align: justify;">Berapa banyak orang yang terbuka aibnya melalui sosial media?</div>
<div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;"><br></div>
<div style="text-align: justify;">
Kengerian terbukanya aib ini baru aku lihat di sosial media. Di dunia nyata, betapa lebih banyak aib yang tertutupi dan bagaimana kiranya jika aib itu dibuka?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Tiba-tiba teringat aib-aib diri. Ehm. Banyak-sekali. Mungkin, beberapa orang disekitarku menganggap aku baik. Bisa jadi, salah satu nya kamu yang sedang membaca tulisan ini. Tapi sebenarnya, jujur saja, bukan merendahkan diri, aku tidak sebaik yang kamu kira. Hanya Allah saja yang hebat sekali dalam menutup aib ku. </div>
<div style="text-align: justify;"><br></div>
<div style="text-align: justify;">Kalau saja, sekarang, aib-aib ku terbuka. Aku tidak yakin, kamu akan tetap melanjutkan membaca tulisan ku ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Ah, kamu bisa jadi ilfil. Atau bisa jadi, untuk mengingatku saja rasanya jijik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div><div style="text-align: justify;"><br></div>
<div style="text-align: right;">
"Dan sungguh, Tuhanmu benar-benar memiliki karunia (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukurinya" - An-Naml:73</div>
<div style="text-align: right;">
<br></div><div style="text-align: right;"><br></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="white-space: pre;"> </span>“Sedikit sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat” – An-Naml:22</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;"><br></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh61VnSv6xpb277YcCViVO6gzZJHfvVUacKcWZyFCqcbL-R_-Y8Egq5g1a3o13x-fm2j5GnEpVQ_KATQ4grY76kHB68-NT_RFMhyphenhyphenHiD0HP6EaZrm27LthLKJhUULvdsTnYtPIB9ltHSTn8g/s1600/2018-12-01+09.15.31+1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1598" data-original-width="1600" height="636" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh61VnSv6xpb277YcCViVO6gzZJHfvVUacKcWZyFCqcbL-R_-Y8Egq5g1a3o13x-fm2j5GnEpVQ_KATQ4grY76kHB68-NT_RFMhyphenhyphenHiD0HP6EaZrm27LthLKJhUULvdsTnYtPIB9ltHSTn8g/s640/2018-12-01+09.15.31+1.jpg" width="640"></a></div>
<br>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Tersadar, masih saja banyak kenikmatan dari Allah yang jarang sekali aku ingat, salah satunya yaitu tertutupnya aib. Tertutupnya isi hati yang seringkali kotor. Tertutupnya diri dari cerminan dosa-dosa yang telah diperbuat. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Bodohnya, aku, sebagai manusia yang hina ini seringkali merasa tinggi, seringkali merasa sombong atau bahkan ujub. Padahal, mudah, tinggal dibuka saja aib yang selama ini Allah tutupi.. Aku mungkin sudah mabuk kepayang. </div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;"><br></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak terbayangkan. Kelak, aib-aib ini mau tidak-mau akan terbuka.. saat manusia, dibangkitkan dari kubur. Kelak, manusia akan melihat bentuk sebenarnya dari dirinya bukan pemberian. Lantas, bagaimana rupamu kelak, Sin? Bagaimana baumu? </div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan kamu, masih banyak tidak bersyukur atas nikmat yang Allah beri sampai sekarang. Kamu masih sering lupa! Kamu, masih saja melihat aib orang lain besar dibandingkan dengan dirimu sendiri. Sin, tidak malukah kamu dengan Rabbmu?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Betapa baik Allah memberikan penampilan fisik yang tetap, tidak berubah setiap melakukan dosa. Tidak berbau karena kemunafikan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Betapa baik Allah perubahan penampilan fisik yang normal hanyalah bertambah dewasa dan bertambah tua. Dan masih saja kamu protes atas fisik yang Allah beri. Padahal, Allah sudah menciptakan kamu dengan sebaik-baiknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Pikiran ku semakin melayang. Beberapa minggu yang lalu, aku mendapatkan tugas untuk menulis straight news. Dalam proses mengerjakannya, aku memutuskan untuk pergi ke pengadilan umum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Hari itu, adalah pertama kalinya aku menginjakkan kaki di pengadilan dan aku datang sendirian. Sehingga aku mengikuti persidangan dengan khusyuk, tanpa adanya teman untuk mengobrol. Aku hanya fokus mendengarkan persidangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxRoqaIBllW9f5ZupxwtVrQiO5-VhAr44QmHmV6fmhBPpXAcdlYaiMCm9XOfKzULfSq52CxKUsiwXzdDCVZEPWHz_O8FByOid26m-Kr7QhrexFEu8Rrnjg7g3zxT6yJgoF7wk2lqVjA_mL/s1600/2018-12-01+09.07.23+1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="900" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxRoqaIBllW9f5ZupxwtVrQiO5-VhAr44QmHmV6fmhBPpXAcdlYaiMCm9XOfKzULfSq52CxKUsiwXzdDCVZEPWHz_O8FByOid26m-Kr7QhrexFEu8Rrnjg7g3zxT6yJgoF7wk2lqVjA_mL/s640/2018-12-01+09.07.23+1.jpg" width="360"></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat sidang, satu-persatu rentetan peristiwa yang mesti dipertanggungjawabkan dibacakan. Aib-aib terbuka di depan banyak orang. Bukan saja di depan orang terdekat, tapi juga orang lain yang tidak dikenal sama sekali (banyak juga mahasiwa yang datang ke persidangan untuk belajar).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Sang tersangka hanya bisa menjawab, mengiyakan, sekali-sekali tertunduk, lesu. Ada pula, tersangka yang mengelak akan rentetan peristiwa yang dibacakan, tidak terima, merasa dibohongi. Yang mana kebenarannya? Banyak yang sulit terungkap sehingga sidang harus dipending, dan dilanjutkan dalam waktu yang lain. Kelak, manusia tidak dapat berbohong. Setiap bagian tubuh yang menjawabnya. </div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Bagaimanakah kiranya aku di pengadilan Allah nanti?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Rangkaian peristiwa tertulis dengan sangat rapi, semuanya terekam, dalam persidangan yang seadil-adilnya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Satu pertanyaan dalam kubur saja, aku kian bertanya-tanya. “Man Robbuka?”, Allah... dapatkan aku menjawab dengan menyebut namaMu?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika waktu pertanggungjawaban itu datang, apa yang akan aku jawab? </div>
<div style="text-align: justify;">
<br></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika waktu pertanggungjawaban itu menghampiri, kemanakah aku akan berlabuh dengan segala amalku?</div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1691947357933004552.post-19267943507197785092018-11-18T03:12:00.000-08:002019-07-21T02:27:28.177-07:0020 Tahun: Sebuah Pembuka - Dipaksa Masuk Proses Pendewasaan<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>AR-SA</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><br />
Sebuah senyum dari wajah tidak
asing kulihat dalam sebuah foto di timeline instagram. Dari caption, kusimpulkan
sepertinya hari itu merupakan hari ulang tahun dari kakak teman masa kecilku
yang ke 20. Aku yang waktu itu baru saja akan menginjak bangku SMA (15 tahun) berhenti
sejenak memandangi raut wajahnya dalam foto. Menanyakan pada diri, bagaimana
tampaknya raut wajahku ketika menginjak umur 20 tahun nanti? Akan menjadi
seberapa tinggi tubuhku? Apa aku akan menjadi seorang mahasiswi? Dimana? Apa
jurusan yang kupilih?<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
-</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg38ABU_O40TXnjAdzO1kIRTP2OYwsu7mUrcAsoBHqXxhqvqJuqAgI2inZTpMmW8PZHEtc8-7UA9yu_iJNn4DOolPDqZXs0sRuXW7-96auyLrkiSsO9KppjexjKA8HojTKT2h64Lqa8C_YV/s1600/umur+20.png" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="212" data-original-width="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg38ABU_O40TXnjAdzO1kIRTP2OYwsu7mUrcAsoBHqXxhqvqJuqAgI2inZTpMmW8PZHEtc8-7UA9yu_iJNn4DOolPDqZXs0sRuXW7-96auyLrkiSsO9KppjexjKA8HojTKT2h64Lqa8C_YV/s1600/umur+20.png" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">cr:acekntaufikhidayat</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sekilas kenangan masa lalu
tiba-tiba datang, pada diri yang sudah berumur 20 tahun. Dulu, rasanya aku
sangat menunggu-nunggu saat dimana aku akan tampak dewasa.<i> Orang dewasa itu
keren!</i> Dasar shin, kamu korban tayangan tv :’).</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Meski bisa dibilang begitu, aku
menulis ini bukan karena ingin mengeluhkan apa yang terjadi di kehidupanku
sekarang (yang sedikit kontras dengan tayangan tv) dengan kalimat receh seperti:
“Hidup itu gak seindah FTV” atau “Kuliah di FTV itu enak, main melulu.
Kenyataannya? Hadeuh”.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku justru bosan mendengar keluhan
itu. Walaupun hanya bentuk bercanda. Rasanya, banya orang yang menggunakan <i>jokes</i> itu <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">-secara tidak sadar-</b> menjadikan
tayangan tv seperti FTV, atau tayangan apapun itu menjadi ‘standar’ keindahan
dan kebahagiaan hidup: cinta mulus, duit lancar, dan main-main tanpa masalah. Yah, siapa yang tidak menginginkannya?</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Tapi hidup tidak berjalan seperti
itu. Maka kebanyakan orang justru malah muak dengan tayangan tv yang anehnya
dianggap ‘indah’ (Padahal pantas skenarionya sederhana, karena ciptaan manusia
yang mengejar rating) dan malah menganggap hidup milik sendiri tidak indah
(padahal Tuhan yang Maha Tahu definisi dari indah, karena Dia menciptakan skenario hidup).</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Jika keindahan hanya berarti
hidup dengan bunga-bunga tanpa masalah dan beban seperti FTV.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Lantas apa bedanya dunia dengan surga? Oh,
Lalu omong-omong jika ‘enak’ dalam menginjak umur yang sudah masuk kepala dua
ini masih dilihat sebagai main melulu dan belajar dikategorikan sebagai sesuatu yang ‘tidak
enak’, lantas dimana letak keindahan dari kebodohan karena tidak belajar?</div>
<br />
-<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kini, aku bebas memandangi raut
wajahku sendiri didepan kaca. Raut wajah yang kupertanyakan akan menjadi
seperti apa sudah terjawab, tinggi badanku, juga soal perkuliahan. Dan semua itu terjawab melalui waktu. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Tapi waktu menjawab yang kunanti
dengan tidak bertanggungjawab. Ia hanya menyeretku tanpa mengajariku untuk
menjadi dewasa seperti bagaimana aku tampak. Ia tidak mengajariku jawaban-jawaban atas segala persoalan
kehidupan. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i>Sharing</i> dengan teman-teman seumuran, nampaknya menyadarkanku bahwa diumur ini, <i>everybody is begin to face their own serious problems</i>. Beberapa merasa diseret dalam proses pendewasaan dan beberapa belum. Beberapa dihentak dengan masalah yang ekstrim: perceraian orangtua, minimnya keuangan, mengalami gangguan kesehatan mental, ditinggal gebetan yang disukai 8 tahun menikah, pacaran 6 tahun yang berujung berbeda visi, dan lainnya. Meski nampak baik-baik saja. Kita sebagai manusia tidak pernah tahu, benang kusut apa yang ada dalam kepalanya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dengan persoalan-persoalan yang
mampir pada diri. Kali ini aku ingin menulis konten blog dalam bentuk lain.
Walau seperti biasanya aku akan menceritakan mengenai diri, kini aku ingin menulis
hasil kontemplasi dari keruwetan semenjak berganti umur menjadi kepala dua.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku kian bertanya soal hakikat
kehidupan, yang mungkin akan terus kupertanyakan sampai mati. Beberapa aku
temukan jawaban yang cocok terutama untuk diriku sendiri. Yang kuharap beberapa
pembaca akan juga terjawab pertanyaannya. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sebuah kontemplasi hidup, versiku: 20 tahun.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
-</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<u>List Judul (akan berupa link jika available)</u></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<u><br /></u></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
1. <a href="https://shinmus.blogspot.com/2018/08/tentang-kehilangan.html" target="_blank">Tentang Kehilangan</a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
2. Membenci diri sendiri</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
3. Menguras Energi</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
4. Tentang Kebahagiaan</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
5. Sok Tahu</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
6. Teman dari Tuhan</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
7. (Merasa) tidak sombong</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
8. Gertakan</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
9. No Pain No Gain</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
10. Bodo Amat</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
11. Berhenti Menulis</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
12. Emotional Independent</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
13. Persepsi Hidup</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
14. Penantian</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
15. Toxic Circle</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
16. <a href="https://shinmus.blogspot.com/2018/10/menengok-ke-belakang.html" target="_blank">Menengok ke Belakang</a> </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
17. Mencintai Kehilangan</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
18. Belajar Darimu</div>
Shinmus.blogspot.comhttp://www.blogger.com/profile/16525248832969800624noreply@blogger.com0