Dibalik Kata Hampir

Dalam hidup, ada kalanya kejadian yang disangka akan terjadi, justru malah tidak terjadi.
Ketika sedang mengalami hal seperti itu. Seringkali kata "hampir"  terucap dari mulut.

"Padahal hampir aja menang!"
"Mereka hampir menikah tapi dari pihak perempuan tiba-tiba membatalkan tanpa kejelasan"


Atau terkadang, kata "hampir" mampir ketika merasa terselamatkan atas kejadian buruk.

"Tadi hampir aja keserempet"
"(tiba-tiba hujan besar setelah sampai rumah) Alhamdulillah udah nyampe, hampir aja kejebak hujan"

Setelah dipikir-pikir. Kata 'hampir' ternyata mengandung makna yang dalam. Ia menunjukkan sifat dasar manusia: Lemah.

Kata hampir memberi kejelasan bahwa... manusia tidak punya kekuatan apa-apa atas apa yang terjadi pada dirinya.

Kalau memang takdirnya kalah, ya kalah.
Kalau memang takdir bukan jodoh, ya batal nikah.

Kalau Allah berkehendak agar seseorang terserempet, ya terserempet.
Kalau selamat, ya selamat.

Sebegitu besarnya bencana tsunami di Selat Sunda kemarin.
Setelah tenggelam dan terombang-ambing dalam air. Kalau Allah menakdirkan selamat ya selamat. Kalau Allah menakdirkan mati ya mati.

Segala hal yang terjadi di muka bumi ini. Yang menimpa kita sebagai manusia. Yang menimpa makhluk-makhluk-Nya. Terjadi atas izin-Nya, atas keridhoan-Nya.

Kalau Allah ridho, segala sesuatu yang asalnya tidak mungkin, bisa berubah. Yang asalnya mungkin, menjadi tidak mungkin.

Pemilihan Presiden Amerika kemarin. Menggegerkan banyak orang, karena menyangka Trump tidak mungkin duduk di kursi kepresidenan. Manusia bisa  saja mengakatakan "Clincton hampir jadi pemenangnya." Tapi, kalau Allah sudah menggariskan, apa yang tidak mungkin?


Kompilasi video mengenai ke-'hampir'-an dan ketidakmungkinan:




Lantas apa yang membuat kita sebagai manusia pantas untuk membanggakan diri? Padahal skenario yang dialami terjadi atas izin-Nya. Apa yang harus disombongkan? Ketika kejadian-kejadian yang menimpa hidup tidak ada satu pun yang tidak dapat terjadi selain dengan izin-Nya? 

No comments:

Post a Comment