Tujuan

Was written 24 Sep 17 on tumblr 

“Memang apa bedanya teh kuliah sama gak kuliah? Toh sama aja, banyak sarjana nganggur” 

Sebetulnya ini pertanyaan lama, diajukan oleh seorang siswa SMA 1 Kalijati saat kegiatan Formas Goes To School bulan januari lalu.
Saya yang kala itu adalah mahasiswa (yang akan menginjak) semester 2, menjawab, menimpali dengan hal-hal juga yang berbau materil. Sama seperti yang ditanyakannya, materil.
Tapi, hari ini saya menyesali jawaban saya.

Jika saya mempunyai kesempatan mengulang waktu-yang jelas tidak mungkin- atau bertemu dengan dirinya lagi-yang sayangnya saya sudah lupa wajahnya-, saya ingin meralat jawaban saya.
Pertanyaan ini muncul lagi dikepala saya semenjak beberapa hari yang lalu setelah saya mendengar seorang bapak yang berbicara kepada anaknya,

“kalau kamu belajar gak bener, mau jadi apa? mau jadi tukang kuli? kalau bapak nanti gaada, mau gimana?”

Mendengar itu, hati saya teriris. Sedih, menyadari bahwa yang dikatakan bapak itu benar. Tapi disisi lain juga sedih, menyadari penanaman niat belajar ternyata tidak lain hanyalah untuk sebuah tujuan: profesi, yang tidak lain adalah bahasa halusnya dari uang.

Saya tidak memungkiri bahwa hidup ini butuh uang, hidup ini sangat bergantung pada uang. Tapi menanamkan niat belajar untuk sebuah profesi tinggi, untuk uang. Sepertinya, juga bukan merupakan hal yang bisa dibilang betul-betul benar.

Saya jadi merasa disadarkan,
Ah, ternyata ini toh jawaban kenapa orang sukses berarti adalah orang yang ber-uang banyak.
ternyata ini toh jawaban kenapa korupsi merajalela.

Tentunya, bapak ini tidak berniat mengajarkan keburukan. Beliau berbicara mengenai kebenaran. Hanya saja tidak sadar, bahwa perkataannya akan menggiring anak memiliki goals yang tidak lain adalah banyak uang.

Saya juga berpikiran begitu sebelumnya, belajar agar bisa kerja enak.
dan sepertinya memang banyak orang, yang sedari kecil sudah di (ehm, kasarnya) doktrin secara tidak langsung. Bahwa belajar adalah demi uang, maka bekerja adalah demi uang. Bukan untuk ibadah, bukan untuk menjadi pintar.

Maka, terjadilah praktik penipuan sedari dini yang kian menjamur; Kegiatan contek-menyontek di sekolah. Tidak penting kita tidak mengerti materi—yang penting nilai kita bagus, yang penting masa depan kita terjamin.

Yang banyak dari kita khawatirkan bukanlah “bagaimana kalau di masa depan kita tidak mengerti materi ini? apakah konsekuensinya?”, yang kita khawatirkan adalah “bagaimana kalau nilai kita jelek? apa kita akan bisa mendapatkan uang banyak? nilai jelek berarti masa depan suram.

Sedihnya. banyak yang tidak menyadari perilaku menipu ini bisa terus berkembang untuk mencapai tujuan tadi: uang (tidak tau di tidak taunya atau tidak tau di taunya). Yakni praktek suap-menyuap, korupsi, yang mana di elu-elukan sebagai tindakan yang sangat kita benci.

Kalau dipikir-pikir lagi, kita ternyata umumnya lebih takut pada masa depan suram, dibanding takut pada dosa yang dicatat. Kita lebih takut tidak punya uang dibanding kepada Tuhan.
Padahal kita semua tau, rejeki sudah diatur, kita hanya harus berusaha keras (di jalan yang benar) dan berdo’a untuk menjemputnya. Sedangkan surga, tidak ada jaminannya, kita bukan nabi ataupun rasul, tapi dengan gagahnya tidak takut melakukan penipuan-penipuan dengan dalih “masa depan” atau “Allah maha pengampun”.

Di titik ini, saya menyadari. Sepertinya, kita (saya) ternyata memang belum benar-benar percaya pada Tuhan. Kita masih meragukan apa yang telah ia jamin.




Dek, jika suatu hari nanti kita bertemu, walau saya yakin saya tidak tahu kalau itu kamu. Saya harap ada topik yang menggiring saya menjawab ini di depan kamu. Atau mungkin semoga saja kamu membaca tulisan saya, entah itu by accident atau jalan apapun.

Memang, tidak ada perbedaan secara mutlak yang bisa saya sampaikan antara yang kuliah dan yang tidak kuliah. Karena yang tidak kuliah pun sama-sama bisa belajar seperti yang kuliah. Banyak bahkan diluar sana yang tidak kuliah tapi bisa dibilang ‘sukses’ dalam arti kebanyakan orang.

Hanya saja, bagi saya sendiri. Setelah menjalani perkuliahan. Saya menyadari saya kuliah untuk belajar, agar lebih bisa memanusiakan manusia sesuai dari sudut pandang ilmu yang saya minati. Saya kuliah untuk mencapai kesuksesan utama dalam sudut pandang saya: menjadi bermanfaat untuk sekitar saya. Saya tidak banyak uang sekarang, di masa depan pun saya tidak tau nasib saya akan seperti apa dalam perekonomian. Tapi setidaknya, saya bisa menyampaikan ilmu–apa-apa yang saya pelajari sekarang ini, saya ingin dalam akhir kehidupan saya nanti, saya akan diingat dan didoakan terus karena memberikan manfaat. Karena hakikat hidup, tujuan hidup sebenarnya adalah menjadi khalifah, untuk beribadah bukan untuk uang.

Dan untuk menjadi bermanfaat pun tidak selalu harus kuliah, tidak kuliah pun banyak jalan untuk bisa menjadi bermanfaat.

Kuliah atau tidak, itu adalah pilihanmu. itu adalah jalan hidupmu.

Pengangguran, baik itu yang sudah lulus kuliah atau pun tidak kuliah. Bukan berarti hidupnya tidak berguna. Dan bukan berarti tujuan utama dari seseorang adalah uang. Mari kita belajar untuk tidak merendahkan dan memandang orang lain hanya berdasarkan profesi yuk, dek.

No comments:

Post a Comment