Menyendiri

Semakin mendalami diri. Yang semakin terlihat adalah kekurangan. Banyak sekali. Malu rasanya, karena ada waktu-waktu di mana diri merasa cukup---cukup baik. Pun, ada waktu di mana diri melangit, merasa lebih dari siapapun.

Ketika menyendiri. Diam. Berdua dengan Sang Illah. Tabir itu terkuak. Diri yang rapuh. Diri yang bukanlah apa-apa.

Sisakanlah waktumu. Demi dirimu sendiri. Demi menyelami relung-relung yang tidak dilihat orang lain. Demi kesehatan mentalmu.

Karena pada akhirnya, dapat menumbuhkan keinginan untuk berbuat baik karena menyadari bahwa diri yang merasa baik itu palsu.

Cerpen: Tempat Menetap

Perempuan itu menggertakan gigi nya, menahan perasaan kecewa yang membuncah.


"Perempuan cantik mah banyak, bisa dicari. Aku cari yang akhlaknya cantik juga."


Air mata nya mengalir lembut. Lagi-lagi ia tidak bisa menahannya.


"Aku gak takut buat melepas kamu", lanjut laki-laki itu, mantap.


Sarah menatap langit-langit. Tidak ada apa pun di sana. Ia hanya ingin air mata nya berkurang dengan menegadahkan kepala nya ke atas. Entah ke berapa kali nya ia menangis hari ini. Hati nya benar-benar hancur. Kejadian kemarin sore, ucapan dari sang kekasih, terus-menerus terulang dalam benaknya.


"Tapi aku salah apa? Aku udah berusaha menjadi pasangan yang baik. Aku gak pernah minta dibelikan apapun. Aku gak melarangnya melakukan apa yang ia senangi. Aku cuma mau dia menetap ya Allah. Aku cuma minta sedikit" ucapnya, rapuh.

cr: hipwee

Kini ia memandang ke depan, ke arah cermin yang memantulkan bayangnya.


"Aku gak tau. Apa aku harus senang atau sedih karena memiliki ini." Isaknya.


"Memangnya aku mau punya wajah kayak gini? Kenapa ada saja yang menginginkan nya? Sedangkan hal ini selalu menjadi alasan bagi seseorang datang dan meninggalkanku"


Ia semakin tersedu.


"Apa yang dimaksud akhlak yang cantik? Maksudnya akhlak ku seburuk itu?" nada nya meninggi, kesedihan itu bercampur dengan amarah.


Sarah tahu benar dirinya begitu hina dan memang akhlaknya begitu buruk. Ia tahu dirinya tidak memiliki akhlak seperti sahabiyyah atau teman-teman shalihah lainnya.


Namun ia melempar dirinya begitu jauh. Hanya karena kalimat dari seseorang yang mengisi relung hatinya.  Ia merasa dirinya tidak lebih dari sekedar manusia sampah. Bahkan, merasa dalam dirinya tidak ada satupun kebaikan.


Ia melirik rak buku di bawah cermin tempat ia melihat pantulnya. Sebuah Al-Qur'an terpatri rapi di sana.

Tarikan nafasnya dalam. Ia masih tersedu-sedu. Tangannya meraih kitab suci itu.

"Seenggaknya.. Mungkin, jika manusia melihat kebaikan akhlak berdasarkan standar. Jika memang bukan manusia. Aku yang akhlaknya buruk ini. Aku yang dipenuhi keburukan ini. Aku yang gak lebih dari sekedar sampah ini. Memiliki tempat untuk kembali. Memiliki tempat untuk menetap."

(Bukan) Tujuan

cr:pxhere



Aku bukan tujuanmu.
Dan tidak menginginkan untuk dijadikan sebagai tujuan.


Jika kamu kemari, hanya karena tertarik pada apa yang ada pada diriku.
Aku tidak bisa menjamin ketertarikanmu, tidak akan berubah menjadi penyesalan.
Aku tau segala kebaikan dapat berawal dari hal-hal kecil yang begitu menarik.
Tapi jika itu landasanmu, siap-siaplah menyesal.


Jika kamu menghampiri karena ingin bahagia.
Aku tidak bisa memberi nya.
Karena kebahagiaan bukan berasal dariku.
Tapi dari persepsimu memandang rahmat Tuhan.


Jika kamu datang hanya ingin mendapatkan cinta dari ku.
Cepat atau lambat,
Aku dan kamu akan sama-sama menjadi makhluk egois.
Aku dengan semua perasaanku.
Dan kamu dengan segala logikamu.
Saling menuntut kasih sayang atas ekspektasi masing-masing.


Aku tidak ingin menjadi tujuanmu.
Karena memang tujuanmu seharusnya bukan aku.


Tujuanmu seharusnya lebih luas, dibanding sekedar seorang perempuan yang lemah, tidak bisa apa-apa.


Aku bukan tujuan.. karena di depan sana, ada hal yang lebih penting yang harus kamu dan aku raih sebagai manusia.


Pasangan, hanya satu dari sekian banyak orang yang hadir di hidupmu, ia bukan tujuan.
Yang dengannya, diambil keputusan untuk melangkah.
Beriringan searah, bukan untuk meringankan beban.
Melainkan sebagai teman untuk menuju tujuan yang seyogyanya adalah tujuan.


Maka, kemarilah jika kamu pikir aku dapat menemani perjalanan menuju tujuanmu berada di dunia ini.
Aku tidak akan menjanjikan segala yang dilalui akan menjadi mudah.
Sama sekali tidak.
Mungkin akan banyak sulit.
Apalagi, aku ini terlalu banyak cacatnya.


Tapi tujuanku satu, aku ingin pulang dengan keadaan baik dan menuju tempat yang baik.
Dan jika kamu pun sama, mungkin kamu bisa datang.
Mungkin kita dapat mengusahakannya bersama.