Ngobrol Sama Mama: Perjuangan Menjadi Ibu

"Nah teh kalo lagi hamil harus sering-sering kayak gini ngepelnya" ucap mama tiba-tiba meraih lap pel yang sedang kupakai dan langsung memeragakan gerakan mengepel.

"Kalo kayak gini, kan jadi olahraga. Harus sering bergerak kalau hamil, jangan diem aja, teu sehat. Nanti melahirkannya InsyaAllah lancar" lanjutnya.

Kemudian aku tertawa. Ya ampun, lulus kuliah aja belum, ketemu siapa laki-laki yang bakal jadi suami aja belum. Udah kepikiran sampai situ....

"Tia belum tentu punya umur sampai situ sebenernya, Maa." Jawabku setelah tertawa.

Kemudian hening sejenak.

"Waktu Bi Yanti melahirkan, udah kerasa mules-mules tapi nyempetin beres-beres rumah. Ngepel, Nyapu.. Di-olahragain" Mama seakan tidak mendengar apa yang aku katakan.

Aku hanya menatapnya, berusaha mendengarkan. Teringat di usia-ku Mama sudah menjadi seorang Yatim. Dan sebelum aku dilahirkan, mama sudah menjadi Yatim-Piatu. Tidak ada bimbingan langsung dari seorang ibu saat masa kehamilan, melahirkan, pun saat mendidik. 

Yah, bukan hanya aku yang tidak tahu akan umurku. Begitu pula mama akan umurnya. Walaupun inginnku jangan sampai terjadi. Lagipula, tidak ada salahnya mendengarkan.

"Alhamdulillah anak-anak mama pada baik-baik. Mama gak mual-mual. Lahirin juga ga berjam-jam apalagi sampe berhari-hari. Gak pakai pembukaan 1, pembukaan 2, langsung aja melahirkan"

Dalam hati aku mengaminkan: aku dan adikku merupakan anak yang baik. Ya, mungkin selama di kandungan aku dan adikku tidak begitu merepotkan, tapi sekarang? Karena aku tau benar, betapa belum pantas nya aku di sebut anak yang baik. Semoga kedepannnya, aamiin. 

"Kalau waktu lahiran teteh cuma dapet 3 jahitan, dedek 5 jahitan. Itu teh di sobek lagi teh vagina nya pake gunting kalau susah"

"Hah?" aku bergidik ngeri, ngilu membayangkannya. 

Mama yang melihat ekspresi-ku lantas melanjutkan, "Pas lahirannya mah ga kerasa digunting, cuma mules yang kerasanya. Mulesnya mules banget, sampe gemeter gitu"

Gusti, kulit digunting aja gak kerasa. Mulesnya kayak gimana..

"Cuma sakit luar biasa, kerasa nya pas di jahit itu. Pereus teh. Bener perjuangan seorang ibu teh, ia"

Lantas mama bercerita mengenai proses kelahiran beberapa orang yang ku kenal. Ada yang sampai 32 jahitan! Kebayang sakitnya?

Langsung terlintas dosa-dosa yang aku lakukan pada mama. :(

Berapa banyak aku menyakiti hatinya..

Berapa kali aku bermalas-masan ketika diperintah olehnya...

Berapa kali aku berbuat dosa yang berdampak padanya..

"Waktu lahiran Tia kan ga nyangka, 2 minggu dari waktu yang diperkirakan. Mama belum sempet beli bantal bayi, rencana nya besok nya mau beli. Da dulu mah di pisah bantal guling nya ga sepaket kayak sekarang. Eh malah lahiran" ucapnya tertawa kecil.

"Mama abis maskeran sambil dengerin ceramah di masjid. Ada mualaf dari Bali gitu yang jadi penceramah. Cuma mama di larang bapak buat pergi ke masjid, perut udah gede sih takut kenapa-napa. Beres jam 12-an"

"Pas mau tidur tiba-tiba basah kayak pipis. Mama kan gak tau ya. Jadi ke wc pipis bersih-bersih. Tapi gak kaya pipis. Ternyata kaya gitu teh ketuban pecah"

"Gak lama kemudian, mules banget. Mana di luar ada anjing lagi pada berantem, da tengah malem mungkin ya teh. Pergi ke bidan teh deg-degan"

YaAllah.. dengernya sedih. Usaha nya :'))

"Jadi perempuan mah susah, Teh" ucapnya sebagai penutup pembicaraan kami.

Ketika menjadi ibu.. Melahirkannya sulit.. Mendidiknya sulit.. Anak nya nakal.. Sabar.. Anaknya seringkali tidak menuruti.. Anaknya seringkali rewel.. sabar..

Mama :"

Pikiranku membuncah. Datang kekhawatiran-kekhawatiran.

Takut menjadi istri yang gagal. Takut menjadi ibu yang gagal.

Kemudian tersadar kembali, belum tentu umurku sampai. Belum tentu apa yang dikhawatirkan akan terjadi.

Berusaha menjadi baik hari ini, terus dan terus memperbaiki, sekiranya sudah lebih dari cukup. 

Mempersiapkan kiranya memanglah baik. Namun, yang terpampang nyata sekarang yang harus ku khawatirkan.

Perangai ku terhadap orangtua yang sekarang harus lebih kuperhatikan.

Cacatnya perilaku ku yang harus ku ubah.

Semoga diriku yang lemah ini dapat membahagiakan orangtua.. aamiin.

Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi SAW menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW menjawab, ‘Kemudian ayahmu.' – Hadis


Mother was our door to this Dunya, Mother will be our door to Jannah. Let's take care of this door.

Ramadhan Journey: Tenggelam dalam Kesia-siaan

Ramadhan tahun ini memberikan banyak pembelajaran bagiku.

Hari itu, hari ke-sekian ramadhan. Aku terdiam, memandangi benda yang harusnya (dari dulu) ku-prioritaskan dalam hidup.

Detik itu, aku bertanya pada diriku sendiri. "Kamu kemana aja selama ini, Shin?"

Ya, benda itu adalah Al-Qur'an. Sebuah buku tebal dengan cover pink dan ungu. Sebuah buku pemberian teman saat umur-ku menginjak tahun ke-18.

Tahun ini, aku men-set goals Ramadhan, berusaha menjadikannya nyata tanpa omong-kosong. Salah satu goal nya, seperti banyak orang, ada di dalam buku ini.

Walaupun pasti si merah datang bulan ini. Aku berusaha menekadkan diriku, Pasti bisa!

Nyatanya di ramadhan tahun ini, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Aku....begitu sibuk.

Laporan Pertanggung Jawaban akhir kepengurusan, UAS tertulis, UAS Project, dan segala kegiatan di luar kampus. Saking padat nya, bahkan aku jarang sekali tidur di kosan, aku tidur di rumah/kosan teman, tidur di sini, dan di sana. 

Ketika pulang ke kosan, hal yang pertama kali aku lakukan adalah mencari sebuah tabung kecil, sebuah minyak angin aromatik, untuk menghilangkan pegal-pegal.   

Bahkan beberapa teman mulai protes karena aku sangat slow respond

"Slow Respond, sabar." tulisku di status message line. Karena seringkali mendapat spam chat. Aku bahkan sering lupa untuk membuka hp. Hanya beberapa waktu kubuka, ketika aku merasa butuh menghubungi seseorang dan ketika aku akan tidur.

Memangnya sesibuk itu? Aku pikir, selama menjalani hidup, aku tidak pernah merasakan sesibuk itu. Itu yang pertama kali.

Tapi, dalam kesibukan itu karena aku bertekad. Aku jadi berusaha menyempatkan diri untuk membuka Al-Qur'an. Mumpung bulan Ramadhan, mumpung bulan pengampunan. 

Bukan karena aku baik, melainkan..

Dalam beberapa bulan terakhir, aku mengalami sebuah keterpurukan. Saking terpuruknya, aku mengalami sakit 3x dalam kurun waktu sebulan. Yang mana setiap sakitnya dibutuhkan masa pulih selama 3-7 hari.

Sebelumnya, ada sebuah kejadian dalam hidupku dan sangat sukses menamparku.

Dalam keterpurukan itu, aku merasa bahwa diriku adalah manusia yang paling hina dan paling kotor.

Tidak terbayang dalam benakku, bagaimana kiranya jika aku mati saat keadaan seperti ini.

Maka bulan ramadhan adalah momen yang ingin ku menangkan.

Salah satu nya dengan mendekatkan diri ke Al-Qur'an.


Ramadhan tahun ini memberikan banyak pembelajaran bagiku.

Hari itu, hari ke-sekian ramadhan. Aku terdiam, memandangi benda yang harusnya (dari dulu) ku-prioritaskan dalam hidup.

Dalam diam, lalu lintas di dalam otakku padat merayap.

"Apa yang selama ini ku prioritaskan dalam hidup?" tanyaku membatin.

Aku meringis, mendengar jawaban dari batinku sendiri.

Handphone. Sebuah benda kecil yang selalu ku genggam. Benda yang selalu kusempatkan untuk membuka nya. Baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit. Baik ketika ada yang menghubungi, baik ketika ingin menghubungi, pun ketika tidak dihubungi dan tidak ingin menghubungi siapapun.

Scroll up dan scroll down, tak henti-henti.

Instagram. Line. Whatsapp. Dan lainnya..

Menghabiskan waktu yang kupunya.

Aku melihat diriku di bulan ini. Sibuk. Tapi ternyata masih memiliki waktu, jika menyempatkan, ternyata sempat untuk berinteraksi dengan Al-Qur'an.

Lantas, ku buka benda yang selama ini seringkali ku genggam, "Slow Respond, sabar" baca ku melihat status message line sendiri.

Ah..

Barangkali, aku selalu seperti ini kepada Al-Qur'an.

Barangkali, aku selalu slow respond pada perintah Sang Maha Kaya untuk membaca nya.

Barangkali, aku membuka Al-Qur'an di saat aku merasa aku butuh menghubungi Sang Khalik saja. Hanya ketika butuh, selain dari sedikit waktu yang kusisakan dalam sehari untuk membukanya.

Aku merasa begitu sibuk dengan aktivitas ku, sehingga hanya menyisihkan sedikit waktu untuk  membacanya.


-

Ramadhan tahun ini memberikan banyak pembelajaran bagiku.

Hari itu, hari ke-sekian ramadhan. Aku terdiam, memandangi benda yang harusnya (dari dulu) ku-prioritaskan dalam hidup.

Kurasakan pegal di badan. Sebuah senyum tersungging tidak terasa, Alhamdulillah bulan ini waktu ku tidak banyak terbuang tidak jelas.

"Memangnya biasanya apa yang selama ini kulakukan ketika lapang?" pikirku kembali menggerayang.

Handphone
Bukan,
Selain itu.
Oh. 
Drama korea. 

Kali ini senyum ku menjadi kecut. Ternyata terlalu banyak waktu yang kubuang untuk menonton nya.

Kadar nya bukan lagi sekedar menjadi hiburan. Melainkan, menjadi penggerogot waktu.

Lagi ah. Satu Episode lagi ah..

Ah mungkin.
Anime juga. 

 وَالْعَصْرِ
wal ‘ashr

1. Demi masa.

إِنَّ الْإِنسٰنَ لَفِى خُسْ
innal insaana lafii khusr

2. Sungguh, manusia berada dalam kerugian,

إِلَّا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِالصَّبْرِ
illal ladziina aamanuu wa’amilus shoolihaati watawaashoubil haqqi watawaashoubis shobr
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.

Dalam diam, aku berkaca diri, merasa ditipu oleh diri, selama ini merasa menggunakan waktu dengan baik.
Nyatanya aku adalah orang yang lalai akan waktu yang kupunya.

Berapa banyak waktu yang ku habiskan untuk berinteraksi dengan Allah melalui Al-Qur'an? dibanding dengan berapa banyak waktu yang ku habiskan sia-sia?

Dalam kekecewaan diri, terlintas kalimat yang pernah kubaca:
"Betapa banyak manusia yang lalai sementara kain kafan nya sedang di tenun?" - Imam Syafii
-

Ramadhan tahun ini memberikan banyak pembelajaran bagiku.

Hari itu, hari ke-sekian ramadhan. Aku terdiam, memandangi benda yang harusnya (dari dulu) ku-prioritaskan dalam hidup.

"Bulan ini alhamdulillah Allah kasih kesibukan" gumamku.

Lantas teringat beberapa waktu sebelumnya aku mengeluhkan segala kelelahanku.

Mengeluh seakan beban yang dijalani pantas di sebut 'berat'.

Kini, jika boleh memilih.

Aku ingin terus menjadi sibuk. Seperti ini.

Meski dalam kesibukan itu,  aku sering kali diri meringis. Pengen istirahat yaAllah..

Nyata nya aku hanya kurang bersyukur.

وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا
  waja’alnaa nawmakum subaataan
“Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat.” (QS.An-Naba: 9). 

Ya. Aku masih punya waktu untuk tidur, bahkan sebelum tidur aku sempat membuka hp (mendapatkan hiburan). Scroll up dan scroll down selama beberapa menit. 

Aku pun masih punya waktu untuk bersendagurau bersama teman-teman.

24 jam itu waktu yang panjang, tapi seringkali aku merasa waktu dalam sehari itu sempit.

Faktanya, bukan waktu yang sempit. Melainkan, aku yang tidak bisa memproduktifkan waktu.

Seakan sempit, karena banyak waktu yang kugunakan dalam kesia-siaan.

Benar sebuah tulisan yang sempat kubaca di line.

Bahwa waktu luang adalah ancaman besar.


-

Ramadhan tahun ini memberikan banyak pembelajaran bagiku.

Hari itu, hari ke-sekian ramadhan. Aku terdiam, memandangi benda yang harusnya (dari dulu) ku-prioritaskan dalam hidup.

Lantas aku berdiri, bersiap melanjutkan aktivitasku.

Menyadari Ramadhan akan segera berakhir.

Dan menyemogakan hasil muhasabah ini akan ku terapkan.

Hingga (InsyaAllah) kematian menjemput.

 Aamiin Yarabal alamin



Ramadhan Journey: Manusia Seperti Keris

Setelah menginjak bangku perkuliahan saya jadi lebih mengenal dunia perempuan, salah satu nya make up. Walau bisa nya ya begitu-begitu aja, tapi seenggaknya saya jadi kenal. Waktu SMA, saya mana tau, gak kenal barang-barang yang identik dengan cewek ini. 

Karena memang ada beberapa juga mata kuliah yang mengharuskan pakai make up, jadi saya belajar. Temen-temen juga kebetulan suka ngobrolin make up, saya jadi paham dan kadang ikut-ikutan ngobrolin (hehehe). Ternyata, bukan saya aja yang mengalami hal ini. Banyak perempuan. Dan katanya, wajar.

Selain make up, fashion pun menyokong penampilan perempuan. Walaupun saya gak gitu ngerti soal fashion, tapi saya cukup paham apa-apa yang sekiranya cocok untuk saya pakai. 

Sebenernya ada satu hal yang saya rasakan dan pertanyakan. Saya rasa, semakin besar seorang perempuan, ternyata perempuan makin dinilai dari fisiknya. Ditambah lagi kalau pulang, ketemu temen-temen dari orangtua atau keluarga besar. Kalimat yang pertama kali keluar dari mulut orang-orang sekitar pasti tentang fisik, puji ini atau itu, komentar ini atau itu. Ada yang salah, kenapa concern orang-orang selalu berpaku pada fisik?

Tentunya, yap, saya gak bisa memungkiri, dipuji berdasar fisik memang menyenangkan, tapi (saya sendiri) sering lupa kalau pujian adalah ujian. Dari kata nya pun, jelas, pujian merupakan ujian yang cuma di tambah huruf "P". Perempuan berlomba-lomba mempercantik diri dengan rangkaian skincare dan make up nya. Namun, ada sesuatu yang sering dilupakan..

 “Manusia itu kayak keris” ucap salah satu ustad, menyampaikan ceramahnya saat hendak melaksanakan solat terawih di masjid yang kebetulan saya datangi.

“Keris punya penutup, biasanya sering di lap sama pemiliknya, biar mengkilat, biar keliatan kegagahan dari keris itu.”

“Tapi fungsi keris ada di dalamnya, pisaunya. Kalau pisaunya nggak di asah, dia akan berkarat, dia akan tumpul.” Lanjutnya.

“Boleh jadi dari luar keris ini terlihat gagah karena sering di lap, tapi ketika dicabut oleh pemiliknya susah. Karena berkarat, gak diasah, jadi tumpul. Susah buat dicabut”

“Begitu juga dengan manusia, fisik di rawat, di reka. Tapi bagian dalam juga harus diasah, harus dirawat. Jangan sampai ketika Pemilik dari manusia, Allah, mencabut ruh, magol, susah, kayak keris yang berkarat tadi.”

Inalillahi, Ngeri.

Ngeri, membayangkan kematian.

Proses sakaratul maut saya gimana ya? Rasulullah aja yang bersih merasakan sakit sebegitu nya. Apalagi saya yang kotor... T_T

Ngeri, gimana nanti kalau ruh saya sulit dicabut. Naudzubillahimindzalik, YaAllah..

Bukan berarti mempercantik diri, merawat fisik itu salah. Tapi karena bagian dalam gak terlihat, bagian dalam jarang sekali dikomentari orang lain. Jadi jarang ngeh, suka lupa, buat mempercantik akhlak, mempercantik diri di depan Allah. Suka merasa udah baik, padahal masih jauuuh dari kata baik. Padahal bukan udah baik, tapi Allah yang Maha baik, yang menutupi aib, sebegitu hebatnya menutupi, sampai aib sendiri pun sering gak keliatan.

Untuk teman-teman satu kaum, wahai kaum hawa. It’ll be hard for us. Cause we should look beautiful in both.. Semoga fokus pada penilaian manusia semakin berkurang dan lebih berfokus pada penilaian Allah. Bismillah, semangat memperbaiki diri lillahitaala teman-teman, mari berproses.

اَللَّهُـمَّ كَمَا حَسَّـنْتَ خَلْقِـيْ فَحَسِّـنْ خُلُقِـيْ
Allaahumma kamaa hassanta kholqii fa hassin khuluqii 
Ya Allah, sebagaimana Engkau ciptakan baik rupaku. Maka perbaiki pula akhlakku.



-
-
-
-



Ramadhan Journey: Ramadhan 1939 H, sangat berkesan bagi saya. Bulan Ramadhan yang produktif, alhamdulillah Allah memberikan saya kesibukan dan di dalamnya banyak pelajaran yang bisa di ambil. Saya banyak belajar dari orang-orang yang saya temui secara sengaja maupun gak di sengaja. Banyak juga punya waktu me-time. Perjalanan fisik dan pikiran, yang ingin saya bagikan. Semoga bermanfaat. Semoga bisa bertemu Ramadhan berikutnya, aamiin yarabal alamin.

Pembual

Akhir-akhir ini saya sering merutuki diri, karena sering terlalu percaya kepada ucapan manusia. Sebegitu terpengaruhnya -tanpa sadar- padahal namanya juga manusia, bisa aja cuma berbasa-basi (karena merasa gak enak), bisa aja berbohong. Bukan dalam hal-hal besar, melainkan hal-hal kecil.

"Kenapa ya manusia suka bohong?" Tanya diri, di suatu malam. Sembari menyadari, mungkin saya pantas terkena bualan karena memang saya sempat (bahkan ternyata sering) berbual.

Bualan.. akan waktu. Bualan.. akan alasan. Atau bualan, omong kosong akan janji-janji kecil lain, iya seakan kecil padahal tetap Janji.

'Ketemu jam 10 ya!' Ah bualan, omong kosong, Jam 11 baru datang.
'Gak bisa datang soalnya gak ada yang jemput' Ah bualan, omong kosong, Padahal bisa naik motor sendiri.

Terkena bualan orang lain, sukses menampar saya. Sedih rasanya, menyadari saya sebal sama sesuatu yang nyatanya pun saya lakukan. Sedih, menyadari sebegitu bobroknya saya dalam perihal ucapan. Lidahmu itu pantas dipotong berapa kali di akhirat kelak, Shin?

Semakin sedih saya menyadari, ternyata saya gak bisa mengelak, memang saya ini pembual ulung!
Karena saya sering sekali membual bukan hanya terhadap manusia, tapi juga begitu berani nya pada Sang Pencipta.


إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمْحْيَايَ وَمَمَاتِيْ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ 
Inna solati wanusuki wamahyaya wammamati lillahi rabbil’alamin. 
Merupakan doa yang dibaca tiap sholat, doa iftitah (Surah Al-An'am ayat 162) yang beberapa waktu lalu saya renungi setelah membacanya.

Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

Wah, bener tuh Shin? Hidupmu digunakan hanya untuk Allah? Berapa sering kamu melanggar perintah Allah pakai hidupmu yang katanya digunakan hanya untuk Allah itu? Berapa sering kamu melakukan sesuatu bukan karena Allah melainkan untuk making a great impression? Berapa kali kamu minta maaf sama Allah bilang bakal taubat, tapi dilakuin lagi? Pembual. 
Kamu jalan aja bahkan jarang banget mikir apa Allah Ridho sama langkahmu. Kamu ketawa aja suka asyik sendiri, lupa, Allah ridha atau enggak sama kamu. Pembual! Pembual Ulung!

Allah. Yaa Ghafar.

Semoga Allah mengampuni dosa hamba-Nya yang pembual ini. Baik berbual pada-Nya, pun pada makhluk-Nya yang bisa jadi menyisakan luka di hati nya. (Saya minta maaf sangat, dear pembaca yang pernah saya bual)

Bantu saya selalu mengingat, bahwa diberi omong kosong itu gak enak sama sekali.

Bantu saya selalu mengingat, bahwa seharusnya hidup hanya untuk Allah, lancang sekali saya membual untuk keuntungan diri sendiri melainkan Allah murka.

2 Syawal 1939 H
Taqaballahu Minna Wa Minkum.
Mohon maaf lahir dan batin, teman-teman.