Manusia dan Kedinamisan

"Aa 5 tahun yang lalu teteh kenal, sama aa yang hidup sama teteh sekarang beda, ia." ucap kakak sepupu saya ketika membicarakan suaminya beberapa bulan lalu. Kalau bertemu, kami memang kadang bercerita kesana-kemari tentang hidup yang dijalani. Perbedaan umur yang lumayan, 12 tahun, gak lantas membuat kami gak nyambung saat mengobrol.


Kalimat itu sampai sekarang, masih saja terngiang di ingatan. Kala itu, saya hanya mendengar dan mengangguk. Gak sepenuhnya mengerti apa yang dimaksud. Mungkin karena saya yang gak ngerti maksudnya apa, jadi keinget terus.


Kalau begitu, bukankah artinya kakak sepupu saya belum mengenal suaminya dengan baik? Terus kenapa menikah kalau belum mengenal dengan baik?


Apa lantas kaka sepupu saya ini sekarang menyesal telah menikahinya? Hmm. Saya rasa nggak, gak terdengar nada getir, bahkan sampai sekarang  ibu nya pun terus-menerus memuji suaminya.
Saya baru mengerti maksudnya akhir-akhir ini, setelah menengok lebih dalam ke diri sendiri. Saya satu tahun yang lalu berbeda dengan saya yang sekarang, begitu juga saya satu bulan yang lalu berbeda dengan yang sekarang, saya kemarin berbeda dengan yang sekarang, bahkan saya satu menit yang lalu berbeda dengan yang sekarang karena manusia terus menerus mendapatkan stimulus
.
Saya merasa diri selalu sama karena bertemu diri saya setiap hari, setiap menit, bahkan setiap detik.
Tapi kalau nginget-nginget masa lalu, saya memang gak bisa menapik diri ini berubah. Itu pun terasa berubah karena perubahannya sudah banyak. Manusia itu dinamis, katanya. Ternyata memang iya, bahkan sedinamis itu.


Maka ketika saya merasa mengenal seseorang, nyatanya saya gak begitu mengenalnya karena manusia terus berubah. Kita gak pernah betul-betul mengenal oranglain. Terkadang malah mengenal diri dengan baik saja belum tentu.


Jadi ngerti, kenapa kakak sepupu saya bilang gitu. Manusia berubah.


Manusia terlihat sama, karena konsep hidup (atau hanya beberapa konsep hidupnya yang dulu)  masih dipegang teguh.


Walaupun Konsep diri pun bisa saja berubah. Jadi ngerti juga, kalimat "Allah Maha membolak-balikan hati". Karena manusia berubah semudah itu.


Tahun lalu, saya mengonsep diri saya dengan konsep diri yang baru. Saya berfokus untuk menghilangkan sedikit-sedikit kekurang percaya dirian saya, mengurangi kadar ke-introvert-an dan sebagainya.

Nyatanya saya berproses, kalau diinget-inget bahkan dulu saya selalu menunduk kemana-mana, bukan karena saya lagi menundukkan pandangan tapi karena saya gak berani untuk menatap kedepan, saya gak percaya diri. Buat nanya orang jalan aja dulu gak berani, lebih baik saya nyasar hahaha, ternyata saya dulu se-gak-pd itu.


Perubahan konsep diri ini pun bisa dipengaruhi orang-orang yang memberikan stimulus tertentu. Guru saya dulu pernah ngasih nasehat sama saya, karena saya jalan menunduk dan membungkuk terus---beliau yang pertama kali menyadarkan bahwa saya itu orangnya kurang percaya diri. 'Kalau gitu terus gimana bisa maju?' katanya.


Tapi yang baru saya sadari adalah konsep diri ini harus selalu di upgrade. Manusia terstimulus dari apa yang didengar, dari apa yang dilihat, dari apa yang dirasakan. Cara pandang akan berubah. Cara menyikapi sesuatu akan berubah dan bisa jadi meninggalkan nilai-nilai penting dalam konsep diri. 

Karena kadang manusia terlena, gak menyaring stimulus-stimulus tertentu yang ternyata merugikan. Inilah hal yang saya rasa terjadi pada diri saya setelah menengok kembali ke masa lalu. Keluar jalur konsep diri.


Ah berbicara tentang perubahan. Rasanya di masa yang akan datang, selanjutnya, saya ingin jika suatu hari nanti ketika ada orang yang merasakan saya berubah.

Gak ada nada getir yang terdengar dalam suaranya ketika berbicara mengenai saya, gak ada kekecewaan yang tersirat dalam hatinya. Saya harap orang itu merasakan kebahagiaan atau  rasa syukur karena saya telah berubah.

Saya ingin perubahan dengan berjalannya waktu membuat saya tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

Aamiin Yarabalalamin.

No comments:

Post a Comment